Refleksi akan keberadaan diri sebagai seorang manusia Dayak, sebagai Citra Allah, yang memiliki akal budi, yang harus memperjuangkan kehidupan sendiri dan juga masyarakatnya yang terpinggirkan oleh rezim dan sistem, kemudian melatar belakangi berdirinya Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih (YKSPK).
Sebelum resmi berdiri pada 24 April 1981, diawali dengan kelompok diskusi yang terdiri dari”anak-anak Dayak” yang melakukan serangkaian diskusi terbatas. Diskusi dilakukan membahas berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat Dayak di Kalimantan Barat, bagaimana solusi menjawabnya, dan berbagai dinamika yang mewarnai diskusi di dalamnya.
Yayasan didirikan dengan tujuan untuk mewujudkan cita-cita besar yakni kemandirian sebagaimana ditegaskan pada rumusan misi awal kelompok diskusi non formal yakni menjawab segala persoalan yang dihadapi oleh masyarakat Dayak yang dapat diringkas dengan frasa “sebagai masyarakat yang termarjinalkan dan tertindas”. Cita-cita besar tersebut ditegaskan melalui rumusan (awal) misi YKSPK sebagai berikut:
“Masyarakat Dayak mampu menentukan dan mengelola kehidupan politik, ekonomi, budaya dan sosial mereka secara mandiri dengan kompak dalam kerangka pengakuan, penghargaan dan perlindungan yang dijamin oleh Pancasila dan UUD 1945”
Sejak didirikan pada 4 (empat) dasawarsa yang lalu, para pendiri Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih (YKSPK), menegaskan Pendidikan adalah jalan pembebasan dan pemberdayaan yang pertama dan terutama bagi masyarakat Dayak yang terpinggirkan. Diinspirasikan oleh cita – cita kemandirian, maka karya pertama yang dilakukan pada tahun 1981 itu adalah mendirikan sekolah SMP Santo Fransiskus Asisi, yang proses belajar mengajarnya dilakukan pada siang hari, dengan meminjam ruang gedung SD Kanisisus milik Yayasan Bruder MTB selama empat tahun. Ini membuktikan bahwa partisipasi dalam bidang pendidikan ini dapat pula dilakukan oleh orang Dayak untuk orang Dayak.
*Disadur dari buku Manifesto Gerakan Pemberdayaan Pancur Kasih