SEMINAR
“Peran Perempuan Adat Dalam Pengelolaan Hutan Dan Lahan Secara Adil Serta Berkelanjutan Sebagai Upaya Adaptasi Dan Mitigasi Perubahan Iklim”.
Perempuan adat menjalankan peran yang paling dominan dalam pengelolaan sumber daya di seluruh komunitas adat di Kalimantan. Namun fakta yang terjadi, perempuan justru merupakan pihak yang tidak pernah dilibatkan dalam berbagai bentuk pengambilan keputusan yang berkenaan dengan pengelolaan wilayah adat di banyak komunitas adat. Budaya patriarki yang terjadi sejak lama di masyarakat menjadi salah satu faktor situasi ini terjadi. Padahal di tengah situasi dunia yang berhadapan dengan terjadinya perubahan iklim, justru perempuan dengan pengetahuan lokalnya yang terbukti mampu beradaptasi sekaligus melakukan upaya pencegahan.
Itu sebabnya, Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih (YKSPK) meletakkan fokus dan secara intensif melakukan pendampingan pada perempuan adat yang tersebar di enam kabupaten yang ada di Kalimantan Barat.
Untuk meningkatkan kapasitas perempuan adat dan mendekatkan mereka dengan kebijakan publik yang akan berdampak terhadap kehidupan mereka, YKSPK melakukan seminar yang mengangkat tema “Peran Perempuan Adat Dalam Pengelolaan Hutan Dan Lahan Secara Adil Serta Berkelanjutan Sebagai Upaya Adaptasi Dan Mitigasi Perubahan Iklim”. Seminar ini diselenggarakan dalam momen Pertemuan Perempuan Adat Kalimantan pada tanggal 2 – 3 Desember 2022 yang lalu. Kegiatan yang mendatangkan kurang lebih 25 perempuan adat yang berasal dari perwakilan 12 komunitas adat dari 7 Kabupaten (Sanggau, Melawi, Sintang, Ketapang, Landak dan Bengkayang, dan Sekadau).
Sebanyak 6 (enam) narasumber dihadirkan dalam kegiatan ini meliputi 3 orang perwakilan perempuan yaitu 1) Ibu Emilia (Perempuan Adat Komunitas Iban Sebaruk Kab. Sanggau) berbicara tentang “Pengalaman Advokasi Buruh Perempuan Menyuarakan Hak-Hak nya sebagai Dampak dari Sekolah Perempuan Adat”, 2) Ibu Lianti (Perempuan Adat Komunitas Krio Kab. Ketapang) bicara tentang “Pemanfaatan Hasil Hutan Non Kayu melalui Organisasi Lokal Perempuan Adat Dayakng Senta”, Ibu Zainab (Perempuan Adat Komunitas Tae Kab. Sanggau) bicata tentang “Geliat Organisasi Lokal yang dibentuk oleh Program Sekolah Perempuan Adat di Desa Tae untuk Mendorong Kesejahteraan Masyarakat Adat di Lingkar Bukit Tiong Kandang” ; 4) Ibu Ansilla Twiseda Mecer (Ketua Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih sekaligus penggagas dan Penanggungjawab Sekolah Perempuan Adat) bicara tentang “Pengalaman Pendampingan dan Advokasi Perempuan Adat melalui strategi Kolaborasi CSO dan Sekolah Perempuan Adat pada Enam Kabupaten di Kalimantan Barat” ; perwakilan dari pemerintahan yaitu 5) Ibu Zharifah Eliyana, S.Hut, M.Md, Ahli muda (Sub. Koordinator Bidang Rehabilitasi Pemberdayaan Masyarakat Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Barat) bicara tentang “Implementasi Kebijakan Sektor Kehutanan Dalam Mendorong Pelibatan Perempuan Sebagai Upaya Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim”, dan 6) Ibu Detelda Yeny (Sekretaris Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Kalimantan Barat) bicara tentang “Peran Pemerintah Dalam Mendukung CSO Mendorong Pemenuhan Hak atas Pendidikan Perempuan Sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Hidup Perempuan di Komunitas Adat”. Adapun sebagai moderator dalam kegiatan ini adalah Ibu Eva Carolina.
Ditambahkan juga dalam intisari semianr ini yang disampaikan oleh Ibu Trifornia Erny (Direktur Lembaga Bela Banua Talino), yang juga merupakan salah satu fasilitator Sekolah Perempuan Adat, bahwa sebagaimana yang telah disampaikan oleh pihak yang mewakili pemerintahan di atas, bahwa ada peluang bagi Perempuan Adat yang sudah terorganisir dalam Organisasi Lokal untuk masuk dalam Tata Kelola Hutan melalui Skema Perhutanan Sosial, khususnya di Kalimantan Barat ini.
Seminar ini sendiri dilakukan sebagai bentuk dukungan kepada perempuan adat yang telah didampingi oleh Pusat Pendidikan Perempuan Adat sebagai salah satu unit kerja yang sedang berkembang di YKSPK. Unit ini didirikan secara khusus untuk melakukan pemberdayaan terhadap perempuan adat di Kalimantan. Kurang lebih 700 orang perempuan adat yang berhasil difasilitasi melalui program, baik yang dilakukan secara langsung maupun kolaborasi dengan lembaga mitra. Lembaga yang melakukan kolaborasi bersama YKSPK dalam pendampingan terhadap perempuan adat antara lain Institut Dayakologi (Sanggau dan Ketapang), Perkumpulan Pengelolaan Sumber Daya Alam – PPSDAK (Ketapang), Lembaga Bela Banua Talino (Melawi), CU Filosofi Petani Pancur Kasih (Sanggau, Bengkayang, Melawi, Landak), CU Canaga Antutn (Ketapang), Gerakan Aliansi Masyarakat Adat Laman – Canaga Antutn (Ketapang), dan Walhi Kalimantan Barat (Sintang dan Bengkayang).
Sebagaimana disampaikan oleh Ansilla Twiseda Mecer dalam pernyataan penutupnya “Terhadap kelompok perempuan adat, yang memiliki kontribusi terbesar dalam menjaga dan melestarikan lingkungan, melalui praktek pengetahuan yang mereka miliki selama ini, maka berikan ruang akses dan kontrol kepada perempuan, sehingga mereka mampu menunjukkan potensi yang mereka miliki untuk mendorong kemandirian dan meningkatkan kesejateraan perempuan, keluarga dan komunitasnya. Semoga bentuk pemberdayaan yang sudah dilakukan ini dapat menjadi inspirasi bagi lebih banyak orang diluar akan pentingnya memberikan peluang dan kesempatan kepada perempuan, khususnya perempuan adat yang selama ini tidak memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang layak. Bahwa pendidikan yang layak juga didapat melalui berbagai pengalaman kehidupan perempuan untuk meningkatkan kualitas hidupnya, berbagai pengetahuan lokal yang perempuan miliki terkait dengan aktivitasnya di alam dapat diapresiasi oleh banyak orang, sehingga perempuan adat tidak dipandang sebelah mata, bahwa perempuan adat juga sama berharganya dengan semua manusia sebagai ciptaan Tuhan, sebagai citra Tuhan.”