Persekolahan Santo Fransiskus Asisi Pontianak

Konsep Pendidikan, Program Unggulan, Ciri Khas dan Prestasi PSFA sebagai Wujud Diferensiasi Sekolah

Integrasi Paradigma Pendidikan Yang Membebaskan (PYM)  dalam Kurikulum Merdeka

PYM dalam konsep pendidikan di PSFA merupakan cara pandang pendidikan yang memandang manusia sebagai Citra Ilahi haruslah mengalami proses di-manusia-kan dalam pendidikan. Caranya dengan membangkitkan kesadaran kritis agar ia mampu menemukan solusi untuk terbebas dari segala bentuk penindasan, pemiskinan dan pembodohan yang umumnya terjadi dalam sistem yang berlaku di masyarakat.

PYM meneropong eksistensi manusia sebagai subyek maupun sebagai obyek. Selaku obyek, minimnya kesadaran kritis dapat membuat ia menjadi rentan terjebak pada posisi ‘korban’ dari ketidakadilan sistem (ekonomi, politik, budaya). Selaku subyek, tiadanya kesadaran kritis dapat membuat seorang manusia terlibat sebagai  aktor penindas bagi sesama manusia, alam lingkungan, makhluk hidup lainnya dan bahkan bagi dirinya sendiri.

Ketidakadilan sistem yang dimaksud dapat ditemui dalam berbagai peristiwa sehari-hari, antara lain yang berkenaan dengan akses terhadap sumberdaya alam, akses terhadap ruang publik, akses terhadap sumber-sumber modal, kepastian dan perlindungan hukum, hak memeluk agama dan keyakinan, pilihan politik tertentu, ekspresi budaya, martabat dan identitas kesukuan/kebangsaan, hak berpendapat dan mengekspresikannya, dan lain sebagainya. Selain disebabkan oleh suatu sistem, ketidakadilan juga dilanggengkan dengan absennya kesadaran kritis dalam menjalankan hak dan kewajiban di masyarakat.

Sejalan dengan misi pendidikannya (lihat bagian Misi), PSFA mengedepankan kegiatan belajar mengajar yang mengikuti perkembangan jaman, memotivasi siswa untuk menemukan, mempelajari, mengasah dan mengembangkan potensi akademik maupun non-akademiknya sesuai minat bakatnya masing-masing, sembari tetap menghidupi identitas dirinya dalam keberagaman yang ada di masyarakat Kalimantan Barat.

Muatan Lokal Pendidikan Credit Union Konsepsi Filosofi Petani (PCU-KFP)

Apa itu Credit Union

Kumpulan orang-orang yang saling percaya, dalam suatu ikatan pemersatu yang sepakat untuk menabungkan uang mereka sehingga menciptakan modal bersama untuk dipinjamkan kepada anggota dengan tujuan produktif dan kesejahteraan

Mengapa Credit Union diajarkan di ASISI

Persekolahan Santo Fransiskus Asisi adalah lembaga pendidikan formal yang didirikan dan dikembangkan oleh Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih (YKSPK). Oleh karenanya Persekolahan Santo Fransiskus Asisi selain menjalankan pendidikan formal yang menjadi program utamanya, juga wajib melaksanakan nilai-nilai yang dianut YKSPK yakni 7 nilai Pancur Kasih dalam Spiritualitas Santo Fransiskus Asisi: (1) Kemanusiaan, (2) Kebersamaan, (3) Kesetiaan, (4) Kebijaksanaan, (5) Kedauladan, (6) Kelestarian dan (7) Kearifan Lokal.

Credit Union merupakan salah satu bentuk implementasi perwujudan ketujuh nilai tersebut oleh YKSPK dan segenap unsur didalamnya tak terkecuali para guru, staf dan seluruh siswa/siswi Persekolahan Santo Fransiskus Asisi. Pendidikan Credit Union di Asisi dimaksudkan agar guru-guru, staf dan para siswa dapat lebih memahami, menghayati dan mengimplementasikan nilai-nilai dan praktek baik Credit Union dalam kehidupan sehari-hari guna menolong diri sendiri dan sesama.

Secara khusus adalah Pendidikan CU Gerakan Konsepsi Filosofi Petani Pancur Kasih (PCU-yang ‘lahir’ dari kristalisasi pengalaman YKSPK/GPPK dalam mengembangkan Credit Union sejak 1987. Nilai-nilai kearifan lokal khas masyarakat agraris (kebijaksanaan petani) yang dirangkum dalam 4 Jalan Keselamatan yakni; Makan/Minum – Bercocok Tanam/Keberlanjutan Benih – Bersosial – Spiritual, ditransformasikan menjadi prinsip pengelolaan CU tempat anggotanya mengusahakan pertumbuhan ekonomi keluarga.

Pendidikan Mental Spiritual

Dalam bahasa Latin “edukare” artinya mengeluarkan. Jadi, pendidikan adalah kegiatan menuntun keluar.

Menurut UU no 20 th 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Jhon Dewey (200369) menjelaskan bahwa pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia.  Sedangkan menurut J.J. Rousseau (203:69) menjelaskan bahwa pendidikan memberikan kita pembekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak akan tetapi kita butuhkan kelak pada masa dewasa.

Dalam konteks tantangan, kita tidak mengingkari bahwa masalah dalam dunia pendidikan masih sangat banyak. Masalah  konsisten guru dalam menjalankan tugas dan proses belajar mengajar, masalah peserta didik yang kurang rajin belajar, malas sekolah, putus sekolah, masalah infrastuktur dan jarak tempuh yang jauh, jalan rusak, kurang sinyal dsb yang berdampak pada menurunnya kualitas pendidikan. Tetap yang lebih utama adalah karakter manusia-nya, baik guru maupun peserta didik, yang mesti dibangun terus menerus hingga mumpuni.

Penting dalam penanaman nilai adalah keteladanan, contoh hidup, kesaksian sebagai orang tua, sebagai guru, dalam melakukan pendampingan, pengawasan, memberikan berbagai macam informasi. Sekolah dalam hal ini guru (pendidik) dan tenaga kependidikan serta orang tua memiliki tanggung jawab yang sama dalam memajukan pendidikan kita terlebih pada pembentukan karakter dan nilai-nilai yang harus dimiliki oleh seorang anak.  (Sumber: Buku 40 th YKSPK, 2021)

Mata Pelajaran Pendidikan Seni Budaya dan Ekstrakurikuler Seni Tradisi (Musik dan Tari)

Kegiatan Seni Tradisi di PSFA telah menghasilkan begitu banyak prestasi yang membanggakan sejak mata pelajaran dan ekstrakurikuler ini mulai diadakan tahun 2009. Secara konsisten, dari tahun ke tahun telah mengharumkan nama PSFA di berbagai ajang kesenian seperti  FLS2N dari tingkat Lokal hingga Nasional.

Tujuh Nilai Pancur Kasih yang dipresentasikan oleh PSFA bagi dunia pendidikan saat ini, yaitu; kemanusiaan, kebersamaan, kesetiaan, kebijaksanaan, kedaulatan, kelestarian dan kearifan lokal. Ketujuh nilai tersebut diimplementasikan dalam tindakan dan karya warga Asisi.  Tanpa mengabaikan nilai-nilai yang lain, nilai yang menjadi concern dan diharapkan bisa menjadi unggulan di PSFA adalah nilai kearifan lokal, yang diwujudkan melalui pembelajaran musik dan seni tari tradisional.

Mencermati pengaruh perkembangan teknologi dewasa ini, tentu bukan perkara mudah untuk memperkenalkan kesenian tradisional kepada kaum muda milenial.  Kaum milenial yang lebih tertarik untuk ber-tiktok daripada mempelajari tari-tarian tradisional. Generasi yang hanyut dalam musik modern yang mencuri hati, demam k-pop, dan lain sebagainya. Pendek kata, generasi yang lebih mengenal budaya dari luar ketimbang budayanya sendiri.

Jika mereka dibiarkan terus terhanyut, maka tak ayal lagi kan tercerabut dari akar budayanya, dari jati sebagai anak bangsa. Inilah tantangan sekaligus motivasi bagi insan pendidik di PSFA untuk semakin giat memperkenalkan tradisi dan budaya lokal kepada para anak didiknya. Untuk itu, diperlukan komitmen dan kerjasama semua pihak, baik secara internal di YKSPK maupun di tingkat Gerakan Pemberdayaan Pancur Kasih (GPPK).

Aksi Literasi

“Pendidikan terlalu sibuk dengan berlari untuk mengejar target materi

dan pencapaian skor tertentu. Saatnya, pendidikan memberi ruang dan waktu untuk berekspresi dalam tulisan dan berempati dalam rasa bagi anak-anak.” – Agus Sungkalang, 2021

“…..Farr (1984) menyebut bahwa “Reading is the heart of education” karena pendidikan tidak bisa dilepaskan dari yang namanya “membaca”. Membaca sudah menjadi roh-nya pendidikan sehingga membaca merupakan awal bagi setiap orang untuk mengetahui segala sesuatu.

Sekolah menjadi wadah untuk membudayakan literasi kepada anak-anak. Selain belajar secara formal, pembelajaran di sekolah harus membiasakan anak-anak untuk menulis. Dengan menulis, menurut Hernowo (2005) dalam bukunya “Mengikat Makna”, kebiasaan menulis dapat membuat pikiran kita lebih tertata tentang topik yang ingin ditulis, mengikat dan mengkonstruksikan gagasan, membuat kita memiliki keyakinan atau pengaruh positif, membuat kita semakin pandai dalam memahami sesuatu, meningkatkan daya ingat, membuat kita lebih mengenal diri sendiri, memfasihkan komunikasi, memperbanyak kosa-kata, memperkaya imajinasi dan menyebarkan pengetahuan. Itulah pentingnya gerakan literasi ini diterapkan di sekolah agar anak-anak tumbuh menjadi pembelajar sepanjang hayat, kritis, dan tampil percaya diri.”

Sumber:  Buku 40th YKSPK, 2021