(oleh: antimus lihan)
YKSPK (Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih) memulai pengembangan program pertanian ramah lingkungan dengan metode SRI sejak tahun 2011. Penerapan cara bertani padi metode SRI ini dilakukan bersama kelompok-kelompok petani padi sawah, secara organik dan tentu saja ramah lingkungan. Sebagai lokasi ujicoba program adalah Dusun Pak Peleng, Desa Kayu Tanam, Kecamatan Mandor – Kabupaten Landak. Daerah ini dipilih karena sebagian besar warganya adalah petani padi sawah yang arealnya berada di sekitar pemukiman tempat mereka tinggal. Teknik bersawah yang mereka lakukan masih dengan cara biasa, yakni menanam bibit padi pada satu lobang tanam dalam jumlah yang banyak, menggunakan air yang sangat banyak dan jarak antar lobang tanam yang sangat rapat.
SRI adalah suatu metode budidaya padi, JADI bukan jenis bibit padi. Semua jenis bibit padi dapat ditanam dengan metode SRI. Metode SRI fokus pada pengelolaan tanaman, tanah, air dan pendayagunaan unsur hara. Metode ini terbukti telah berhasil meningkatkan produktifitas padi sebesar 50%, bahkan di beberapa tempat mencapai lebih dari 100%.
Metode SRI dikembangkan di Madagascar antara tahun 1983 – 1984 oleh Fr. Henri de Laulanié, S.J., seorang Pastor Jesuit asal Prancis yang lebih dari 30 tahun hidup bersama petani-petani di sana. Republik Madagascar adalah sebuah negara pulau di Samudra Hndia, lepas pesisir timur Afrika. Pulau Madagascar adalah pulau terbesar keempat di dunia.
Oleh penemunya, metododologi budidaya padi ini selanjutnya dalam bahasa Prancis dinamakan Ie Systme de Riziculture Intensive disingkat SRI dan dalam bahasa Inggris populer dengan nama System of Rice Intensification disingkat SRI. Dalam SRI (System of Rice Intensification), tanaman diperlakukan sebagai organisme hidup sebagaimana mestinya, bukan diperlakukan seperti mesin yang dapat dimanipulasi. Semua unsur potensi dalam tanaman padi dikembangkan dengan cara memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhannya. SRI bertumpu pada 5 hal pokok sebagai berikut :
Sedapat mungkin dalam budidaya padi metode SRI ini sebaiknya menggunakan pupuk organik (KOMPOS). Pupuk organik selain menyediakan unsur hara yang lengkap (makro dan mikro) juga memperbaiki struktur tanah sehingga meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman, udara yang cukup bagi perakaran, dan meningkatkan daya ikat air tanah.
Kelebihan atau Manfaat Sistem SRI
Secara keseluruhan SRI memberikan hasil lebih baik, dalam arti lebih produktif (tanaman lebih tinggi, anakan lebih banyak, malai lebih panjang, dan bulir lebih berat), lebih sehat (tanaman lebih tahan hama dan Penyakit), lebih kuat (tanaman lebih tegar dan lebih tahan kekeringan), lebih menguntungkan (biaya produksi lebih rendah) dan memberikan resiko ekonomi yang lebih rendah.
Tingginya produktivitas padi sistem SRI antara lain karena budidaya padi metode SRI mengutamakan potensi lokal dan disebut pertanian ramah lingkungan, sangat mendukung terhadap pemulihan kesehatan tanah dan kesehatan pengguna produknya. Pertanian organik pada prinsipnya menitikberatkan prinsip daur ulang hara melalui panen dengan cara mengembalikan sebagian biomasa ke dalam tanah, dan konservasi air, mampu memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode konvensional. Secara Rringkas, manfaat dari budidaya metode SRI adalah sebagai berikut :
Praktek SRI di Kalimantan Barat
Teknik budidaya padi dengan metode SRI adalah untuk pertama kalinya dikembangkan Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih di Kalimantan Barat. Metode ini mulai diujicobakan oleh Kelompok Tani Dusun Pak Peleng, Desa Kayu Tanam, Kecamatan Mandor – dan di Dusun Pakan, Desa Caong, Kecamatan Mempawah Hulu – Kalimantan Barat.
Tujuan pengembangan budidaya padi dengan SRI merupakan suatu usaha tani untuk menghemat penggunaan input seperti sistem benih, penggunaan air, pupuk kimia dan pestisida kimia melalui pemberdayaan petani dan kearifan lokal.
Karena baru pertama kali dan tentu saja para petani belum berpengalaman dalam menerapkan tanam padi metode SRI ini, maka YKSPK menghadirkan secara langsung 2 (dua) orang tenaga ahli SRI Organik dari NOSC (Nusantara Organik SRI Center) Jakarta. Kehadiran kedua orang ini juga sekaligus sebagai pendamping petani dalam mempelajari, memahami dan mempraktekkan bagaimana tanam padi metode SRI dilakukan. Mereka bekerja bersama masyarakat khususnya anggota kelompok tani selama lebih kurang 4 (empat) bulan mulai dari persiapan lahan, pembuatan pupuk organic, penanaman & pemeliharaan hingga panen.
Luas lahan demplot untuk ujicoba SRI organik yang dikerjakan secara bersama oleh anggota kelompok tani Kayu Tanam dan pendamping dari NOSC adalah 25 x 25 meter persegi. Selain di lahan demplot, petani anggota kelompok juga melakukan ujicoba metode SRI di lahan masing-masing.
Sebelum memulai praktek menanam padi metode SRI di lokasi sawah demplot maupun di lahan masing-masing, oleh pendamping, para petani diberi bekal ilmu pengetahuan bertani, khususnya ilmu SRI baik teori maupun praktek. Para petani juga diajari tentang ilmu tani organik, bagaimana membuat pupuk dan pestisida organik dari bahan-bahan yang tersedia di sekitar petani. Serta bagaimana cara penggunaan pupuk dan pestisida organik di lokasi tanam.
Belajar Metode SRI
Berikut ini adalah beberapa materi penerapan metode SRI yang diajarkan oleh para pendamping kepada para petani anggota kelompok tani SRI organik di Kayu Tanam
Bibit padi ditransplantasi saat dua daun telah muncul pada batang muda, biasanya saat berumur 8-15 hari. Benih harus disemai dalam petakan khusus dengan menjaga tanah tetap lembab dan tidak tergenang air. Saat transplantasi dari petak semaian, perlu kehati-hatian dan sebaiknya dengan memakai cethok, serta dijaga tetap lembab. Jangan bibit dibiarkan mengering. Sekam (sisa benih yang telah berkecambah) biarkan tetap menempel dengan akar tunas, karena memberikan energi yang penting bagi bibit muda. Bibit harus ditranplantasikan secepat mungkin setelah dipindahkan dari persemaian —sekitar ½ jam, bahkan lebih baik 15 menit.
Saat menanam bibit di lapangan, benamkan benih dalam posisi horisontal agar ujung-ujung akar tidak menghadap ke atas (ini terjadi bila bibit ditanam vertikal ke dalam tanah). Ujung akar membutuhkan keleluasaan untuk tumbuh ke bawah. Tranplantasi saat bibit masih muda secara hati-hati dapat mengurangi guncangan dan meningkatkan kemampuan tanaman dalam memproduksi batang dan akar selama tahap pertumbuhan vegetatif. Bulir padi dapat muncul pada malai (misalnya “kuping” bulir terbentuk di atas cabang, yang dihasilkan oleh batang yang subur). Lebih banyak batang yang muncul dalam satu rumpun, dan dengan metode SRI, lebih banyak bulir padi yang dihasilkan oleh malai.
Dalam metode SRI kebutuhan benih jauh lebih sedikit dibandingkan metode tradisional, salah satu evaluasi SRI menunjukkan bahwa kebutuhan benih hanya 7 kg/ha, dibanding dengan metode tradisional yang mencapai 107 kg/ha. Belum lagi hasil panen yang diperoleh berlipat ganda karena setiap tanaman memproduksi lebih banyak padi.
Bibit ditranplantasi satu-satu daripada secara berumpun, yang terdiri dari dua atau tiga tanaman. Ini dimaksudkan agar tanaman memiliki ruang untuk menyebar dan memperdalam perakaran. Sehingga tanaman tidak bersaing terlalu ketat untuk memperoleh ruang tumbuh, cahaya, atau nutrisi dalam tanah. Sistem perakaran menjadi sangat berbeda saat tanaman ditanam satu-satu.
Dibandingkan dengan baris yang sempit, bibit lebih baik ditanam dalam pola luasan yang cukup lebar dari segala arah. Biasanya jarak minimalnya adalah 25 cm x 25 cm. Sebaiknya petani berani mencoba berbagai jarak tanam dalam berbagai variasi, karena jarak tanam yang optimum (yang mampu menghasilkan rumpun subur tertinggi per m2 tergantung kepada struktur, nutrisi, suhu, kelembaban dan kondisi tanah yang lain. Pada prinsipnya tanaman harus mendapat ruang cukup untuk tumbuh. Hasil panen maksimum diperoleh pada sawah subur dengan jarak tanam 50 x 50 cm, sehingga hanya 4 tanaman per m2.
Untuk membuat jarak tanam yang tepat (untuk memudahkan pendangiran), petani dapat meletakkan tongkat-tongkat dipinggir sawah, lalu diantaranya diikatkan tali melintas sawah. Tali harus diberi tanda interval yang sama, sehingga dapat menanam dalam pola segi empat. Dengan jarak tanam yang lebar ini, memberi kemungkinan lebih besar kepada akar untuk tumbuh leluasa, tanaman juga akan menyerap lebih banyak sinar matahari, udara dan nutrisi. Hasilnya akar dan batang akan tumbuh lebih baik. Pola segi empat juga memberi kemudahan untuk pendangiran.
Secara tradisional penanaman padi biasanya selalu digenangi air. Memang benar, bahwa padi mampu bertahan dalam air yang tergenang. Namun, sebenarnya air yang menggenang membuat sawah menjadi hypoxic (kekurangan oksigen) bagi akar dan tidak ideal untuk pertumbuhan. Akar padi akan mengalami penurunan bila sawah digenangi air, hingga mencapai ¾ total akar saat tanaman mencapai masa berbunga. Saat itu akar mengalami die back (akar hidup tapi bagian atas mati). Keadaan ini disebut juga “senescence”, yang merupakan proses alami, tapi menunjukkan tanaman sulit bernafas, sehingga menghambat fungsi dan pertumbuhan tanaman.
Dengan SRI, petani hanya memakai kurang dari ½ kebutuhan air pada sistem tradisional yang biasa menggenangi tanaman padi. Tanah cukup dijaga tetap lembab selama tahap vegetatif, untuk memungkinkan lebih banyak oksigen bagi pertumbuhan akar. Sesekali (mungkin seminggu sekali) tanah harus dikeringkan sampai retak. Ini dimaksudkan agar oksigen dari udara mampu masuk kedalam tanah dan mendorong akar untuk “mencari” air. Sebaliknya, jika sawah terus digenangi, akar akan sulit tumbuh dan menyebar, serta kekurangan oksigen untuk dapat tumbuh subur.
Kondisi tidak tergenang, yang dikombinasi dengan pendangiran mekanis, akan menghasilkan lebih banyak udara masuk kedalam tanah dan akar berkembang lebih besar sehingga dapat menyerap nutrisi lebih banyak. Pada sawah yang tergenang air, di akar padi akan terbentuk kantung udara (aerenchyma) yang berfungsi untuk menyalurkan oksigen. Selain itu, penggenangan air paling baik dilakukan pada sore hari (bila pada hari itu tidak hujan), sehingga air yang berada di permukaan mulai mengering keesokan harinya.
Perlakuan ini membuat sawah mampu untuk menyerap udara dan tetap hangat sepanjang hari; sebaliknya sawah yang digenangi air justru akan memantulkan kembali radiasi matahari yang berguna, dan hanya menyerap sedikit panas yang diperlukan dalam pertumbuhan tanaman. Dengan SRI, kondisi tak tergenangi hanya dipertahankan selama pertumbuhan vegetatif. Selanjutnya, setelah pembungaan, sawah digenangi air 1-3 cm seperti yang diterapkan di praktek tradisional. Petak sawah diairi secara tuntas mulai 25 hari sebelum panen.
Pendangiran atau merumput (membersihkan gulma dan rumput) dapat dilakukan dengan tangan atau alat sederhana. Pendangiran ini membutuhkan banyak tenaga —bisa mencapai 25 hari kerja untuk 1 ha— tapi hal ini tidak sia-sia karena hasil panen yang diperoleh sangat tinggi. Pendangiran pertama dilakukan 10 atau 12 hari setelah tranplantasi, dan pendangiran kedua setelah 14 hari. Minimal disarankan 2-3 kali pendangiran, namun jika ditambah sekali atau dua kali lagi akan mampu meningkatkan hasil hingga satu atau dua ton per ha. Yang lebih penting dari praktek ini bukan sekedar untuk membersihkan gulma, tetapi pengadukan tanah ini dapat memperbaiki struktur dan meningkatkan aerasi tanah.
Dalam pengembangan tanam padi metode SRI, petani sangat disarankan untuk menggunakan kompos, dan ternyata hasilnya lebih bagus. Kompos dapat dibuat dari macam-macam sisa tanaman (seperti jerami, serasah tanaman, dan bahan dari tanaman lainnya), dengan tambahan pupuk kandang bila ada. Daun pisang bisa menambah unsur potasium, daun-daun tanaman kacang-kacangan dapat menambah unsur N, dan tanaman lain. Kompos menambah nutrisi tanah secara perlahan-lahan dan dapat memperbaiki struktur tanah.
Panen Perdana SRI Organik
Setelah Panen perdana SRI Organik di Kayu Tanam dilaksanakan tanggal 19 September 2011. Dihadiri pejabat Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Landak, Pengurus dan staf pendamping dari Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih. Seluruh anggota kelompok tani juga hadir untuk melakukan panen bersama. Sebelum panen padi dimulai, terlebih dahulu dilaksanakan upacara adat. Bagi orang Dayak, upacara adat merupakan keharusan untuk dilaksanakan sebagai sikap doa, hormat dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kemurahan rezeki, kebaikan dan kasih-Nya kepada manusia.
Hasil panen pada demplot pembelajaran seluas 25×25 m2 itu adalah 350 kg padi kering giling. Dengan hasil tersebut dapat diperhitungkan bahwa kalau 1 hektar lahan ditanam padi dengan metode SRI organik, maka akan menghasilkan paling kurang 5 ton (5.000 kg) padi per hektar.
Hasil Panen yang Meningkat .
Panen padi yang ditanam dengan metode tanam SRI juga dilaksanakan di tempat lain, derah dampingan YKSPK untuk praktek pengembangan SRI Organik di Dusun Pakan, Desa Caong, Kecamatan Mempawah Hulu-Kabupaten Landak. Panen di dilaksanakan pada Rabu, 3 April 2013 di lahan milik Pak Apat (Pak Eri). Pak Apat adalah anggota Kelompok Tani Nanga Rapih yang difasilitasi YKSPK sejak tahun 2012.
Program tanam padi metode SRI ini selain mendapat dukungan dari Caritas Australia juga didukung oleh Petugas Pertanian Lapangan (PPL) Kecamatan Mempawah Hulu, Kabupaten Landak dan PT Sang Hyang Seri berupa bantuan saprodi dan pelatihan teknik budidaya padi.
Kelompok ini beranggotakan 12 keluarga petani. Semua anggota kelompok ikut aleatn (bergotong-royong) mulai dari pengolahan lahan hingga panen. Saat panen di lahan Pak Apat, pembagian kerja sudah berjalan sebagaimana mestinya. Ibu-ibu dan beberapa orang bapak bertugas memanen padi menggunakan arit. Hasil panen diangkut ke lokasi perontokan oleh beberapa orang bapak. Perontokan padi sudah menggunakan mesin yang disewa dari salah seorang warga kampong. Sebagian bapak yang lainnya bertugas mengoperasikan mesin perontok sekaligus memasukan padi yang sudah bersih ke dalam karung-karung berkapsitas 50 kilogram. Dua orang bapak lagi bertugas sebagai tukang masak, menyediakan makan dan minuman buat teman-teman anggota kelompok yang sedang bekerja.
Tahun ini Pak Apat cukup beruntung, karena hasil panennya meningkat dibanding tahun sebelumnya. Sebanyak 72 karung atau sekitar 3,6 ton berhasil ia kumpulkan. Untuk konsumsi keluarga ia sisihkan ½ ton, cukup buat makan 3-4 bulan saja karena beberapa bulan berikutnya direncanakan sudah panen lagi. Di kampong ini panen sudah dilaksanakan 2 kali setahun. Sejumlah 3 ton lainnya ia jual kepada pengumpul yang sudah menunggu di kampungnya. Harga jual padi Rp. 3.000,- per kilogram, sehingga uang yang diperoleh Pak Apat sebesar 3.000 kg x Rp.3.000,- atau Rp. 9.000.000,-. Potong biaya modal yang terdiri dari pupuk dan obat-obatan sebesar Rp. 2.000.000,- sehingga hasil bersih yang Pak Apat terima dari hasil penjualan padi tahun ini sebesar Rp. 7.000.000,-
Ternyata tidak hanya Pak Apat yang beruntung. Hampir semua anggota kelompok Tani Nanga Rapih mendapat hasil panen padi yang cukup tahun ini. Mereka pantas bersyukur karena pada panen tahun ini hasilnya meningkat dibanding tahun sebelumnya. Seperti dialami Pak Markus, ketua Kelompok Tani Nanga Rapih, Ia memperoleh padi 2,6 ton, meningkat 1 ton dibanding tahun sebelumnya pada lahan yang sama seluas ¼ hektar. Demikian juga dengan anggota kelompok tani yang lainnya, seperti Pak Pery 1,2 ton, Pak Bens 3 ton, Pak Anton 3,6 ton dan Pak Ansel, 1,5 ton. Padi hasil panen sebagian mereka jual untuk membayar pinjaman modal dan membeli keperluan rumah tangga yang lainnya, serta membayar uang sekolah anak. Sebagian dari hasil panen mereka gunakan untuk memenuhi konsumsi keluarga, sehingga mereka tidak perlu membeli beras lagi atau menerima bantuan beras dari pemerintah dalam bentuk bantuan Beras Untuk Orang Miskin (RASKIN)……ditulis medio April 2013.