RAT KSP BABANE TAHUN BUKU 2023

 

“MEMUPUK SEMANGAT SOLIDARITAS KOMUNITAS PEREMPUAN”

Yayasan Karya Sosisla Pancur Kasih (YKSPK) dampingi RAT KSP Babane Tahun Buku 2023.

Menginjak usianya yang ke-12 tahun (2012-2024), KSP (Kelompok Simpan Pinjam) Babane tetap eksis dan berkembang.  KSP Babane difasilitasi pembentuknya oleh Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih (YKSPK) melalui Proram Pendidikan Kritis (PENTIS). YKSPK melakukan pendampingan kepada KSP Babane secara berkala selama 12 tahun. Kelompok ini dikelola dan dikembangkan oleh ibu-ibu, perempuan Kampung Doak, Desa Bilayuk, Kecamatan Mempawah Hulu, Kabuaten Landak.

Kelompok perempuan dampingan YKSPK ini mengelola KSP dengan sejumlah dana yang mereka himpun bersama-sama secara mandiri dan dikembangkan dengan pola simpan pinjam. Pinjaman hanya diberikan kepada anggotanya saja dengan balas jasa 10% dari pinjaman yang dicairkan dan dikembalikan paling lama 12 bulan atau 1 (satu) tahun. Balas jasa pinjaman dibayar di depan, sekali saja atau dipotong dari pinjaman yang dicairkan.

Berdasarkan Laporan Pertanggungjawaban Pengurus pada RAT Tahun Buku 2023, tanggal 20 April 2024, KSP Babane memilik 20 orang anggota. Sebagian besar anggotanya adalah perempuan (sebanyak 13 orang) dan laki-laki 7 orang, dengan asset yang berhasil mereka bukukan selama 12 tahun sebesar 51 juta rupiah.

KSP Babane dalam memberikan pelayanan kepada anggotanya tidak semata-mata untuk menangguk keuntungan tetapi lebih kepada pelayanan solidaritas, saling tolong, bergotong-royong membantu sesama anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya. Semangat kebersamaan diantara mereka lebih ditonjolkan guna meringankan kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi, misalnya untuk membantu anggota berobat, membayar uang sekolah anak, membeli bibit tanaman dan modal usaha. Mereka tak lagi harus meminjam uang ke tetangga seperti sebelum ada kelompok. Melalui KSP ini mereka bisa pinjam dan mengembalikannya secara teratur untuk perkembangan dan keberlanjutan Usaha KSP Babane.

 

Proficiat KSP Babane

 

Pak Epi si Peternak Itik..

 

 

Panas terik terasa menyengat dikulit siang itu, padahal jam di dinding baru menunjukkan pukul 09.45Wib. Saya bergegas menuju kediaman Pak Epi (39th), salah satu warga kampung Doak yang berhasil beternak itik bantuan Caritas Australia-PENTIS Pancur Kasih. Jarak rumah keluarga Pak Epi kurang lebih 100m dari tempat staff PENTIS menginap.

“Selamat siang nek, Pak Epi ada?” begitu ucapku kepada seorang nenek yang keluar diteras saatku tiba di depan kediaman Pak Epi sekeluarga. Sedikit ragu nenek menjawab “tidak tahu tadi pergi kemana”, namun tidak lama kami bertanya-tanya dimana keberadaan Pak Epi, sang empunya nama keluar menuju teras dan langsung mempersilahkan saya masuk kedalam rumah tersebut. Ternyata beliau baru selesai mandi, maklum baru pulang dari menoreh karet di hutan. Sebagian masyarakat kampung Doak, Dusun Danakng, Desa Bilayuk Kec. Mempawah Hulu, Kab. Landak, Kalbar, merupakan petani, Selain berladang, masyarakat juga beternak dan menoreh karet.

”Mari silahkan masuk” ucap Pak Epi dengan ramah, sembari mempersilahkan saya menuju ruang tengah rumah tersebut. Dalam hati rasanya saya merasa sangat dihormati dan seperti sudah kenal lama dengan keluarga tersebut. Saya sudah mengenal beliau ketika mengkoordinasikan pembagian bibit itik sehari sebelumnya di kediaman Pak Asmuni (tempat staff PENTIS menginap). Keesokan harinya, Minggu 16 Oktober 2011 saya berkesempatan untuk mendengar lebih banyak mengenai keberhasilan beliau dan keluarga dalam beternak itik. Bang Antimus (koordinator lapangan PENTIS) mengarahkan saya untuk mewawancarai Pak Epi. Membuka obrolan Pak Epi langsung menanyakan darimana asal saya, sayapun bercerita singkat mengenai asal dan kediaman saya serta menjelaskan kepada beliau mengenai keberadaan saya sebagai volunteer di PENTIS. Maksud kedatangan saya adalah untuk mengetahui bagamana cara Pak Epi berhasil memelihara itik, sehingga pengetahuan mengenai pemeliharaan itik ini bisa dibagikan kepada warga lain. Tidak lama kemudian, istri Pak Epi, We’ Epi (Mama Epi/38th) juga menghampiri kami, We’ Epi sangat ramah. Seingat saya, sejak kenal sehari sebelumnya, We’ Epi orang yang murah senyum.

Berdasarkan penuturan Pak Epi, ayah dari Epi (19th), Balon (17th), Yustina (15th) dan Riki (7th) tersebut, salah satu tips agar itik-itik bertumbuh besar dengan cepat adalah pemberian makanan yang tidak berhenti dalam waktu sehari(pukul 07.00Wib-19.00Wib). Tempat tinggal itik yang masih kecil juga harus kering dan terasa hangat pada malam hari. Oleh karena itu, setiap malam itik-itik tersebut tidur dalam wadah atau baskom yang dialasi kain. Pemberian pakan tidaklah sulit, pakan cukup dituangkan dalam wadah. Itik-itik tersebut bisa langsung memakan pakan semampu mreka dan jika pakan habis maka segera dituangkan pakan lagi. Penyediaan pakan yang selalu tersedia memudahkan itik utnuk makan dan selalu makan sehingga itik mudah bertumbuh besar, dan setiap waktu tidak kekurangan makanan. Pakan yang diberikan dapat dibeli di pasar, untuk anak itik dibelikan pakan itik yang halus, sedangkan itik dewasa diberi dedak (sisa padi yang sudah digiling) atau makanan lain yang direbus hingga lembut. Misalnya singkong, keladi dan sisa nasi. Khusus anak itik, untuk air minum disimpan di tempat yang berbeda dengan pakan. Wadah untuk menaruk pakan bisa berupa ceper besar maupun tempat khusus makanan ternak. Pemberian vitamin juga tidak lupa diberikan, untuk 1 liter air cukup diberikan 1 tutup botol vitamin khusus untuk ternak itik.

Usia bibit itik yang dibeli di pasar berkisar 2-3 mingguan, dengan bobot kurang lebih 500 gram. Sejak pembagian itik, bulan Maret 2011 yang lalu hanya keluarga Pak Epi yang berhasil memelihara hampir semua itik yang diberikan PENTIS dari 15 KK dikampung Doak yang mendapat bagian bibit itik tersebut. Dari 10 ekor itik yang diberikan, 1 ekor itik mati karena dimakan oleh ternak lain yaitu babi. Sisanya kini sudah besar dengan bobot kurang lebih 2 Kg per ekor dengan usia kurang lebih 7 bulan. Bahkan Pak Epi juga membeli bibit itik tambahan sebanyak 10 ekor bulan Mei 2011, dan sekarang itik-itik tersebut juga sama besar dengan itik yang diberikan PENTIS. Hingga kini itik-itik tersebut berjumlah 19 ekor. Setiap anggota keluarga berkontribusi dan saling mengingatkan untuk memberikan makan dan merawat itik-itik tersebut. Selain Pak Epi, ada juga istrinya We’ Epi, anak-anaknya bahkan Ibu Mertuanya (We’ Galetek (60th)) yang memelihara, memberi dan memasak makanan untuk itik-itik tersebut.

Untuk pemeliharaan awal itik-itik tersebut, keluarga pak Epi mengorbankan ruang dapur yang berlantai tanah yang kering. Hal tersebut dikarenakan kandang itik yang berada dibawah rumah sedikit becek, maka ruang dapur terpaksa terkesan jorok. Namun semua anggota keluarga menerima dan merawat itik dengan sangat baik. Ketika malam hari, anak ketiga keluarga ini yaitu Yustina membantu orang tuanya untuk memasukkan anak-anak itik kedalam baskom yang baralaskan kain. Kini itik dewasa sudah ditempatkan kedalam kandang di bawah rumah kediaman keluarga ini, di belakang rumah terdapat kolam berlumpur yang dangkal untuk itik berenang.

Dalam memelihara itik, juga terdapat beberapa kendala. Salah satunya yaitu untuk pembelian pakan yang cukup jauh dari pasar. Manfaat yang diterima juga dirasakan Pak Epi dan keluarga, yaitu untuk kebutuhan protein telur sehari-hari bisa diperoleh dari telur itik yang dihasilkan setiap pagi. Saat ini itik yang sudah menghasilkan telur berjumlah 2 ekor dari 9 ekor betina, setiap hari masing-masing menghasilkan 1 butir telur. Jadi ada 2 butir, bahkan kadang-kadang 3 butir telur dalam satu hari. Kedepan Pak Epi berharap itik-itik tersebut dapat berkembang biak, sehingga bisa menjadi sumber ekonomi keluarga. Dimana telur itik bisa dijual, begitu juga dengan itik-itik dewasa. Bahkan We’ Epi berharap kedepan keluarga ini bisa menyediakan bibit itik untuk dijual. Untuk itu pada tanggal Oktober 2011, Pak Epi membeli lagi bibit itik. Keluarga ini cukup serius dalam beternak, hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya jenis ternak yang dipelihara. Ternak tersebut yaitu ayam dan babi.

Sedikit banyak pengetahuan mengenai beternak itik berdasarkan pengalaman keluarga Pak Epi telah saya temukan, hari semakin siang tidak terasa saya sudah satu jam lebih berbincang-bincang dengan keluarga ini. Saya sempat melihat anak Pak Epi yaitu Balon mencetak karet yang telah ditoreh, dicetak berbentuk persegi panjang. Sayapun pamit pulang, tidak lupa ucapan terimakasih saya haturkan atas kesediaan keluarga Pak Epi berbagi pengalaman dengan saya. Pak Epi juga mengatakan jika ada warga sekitar Doak yang ingin bertanya mengenai cara memelihara itik, beliau bersedia membagi pengalamannya. Bahkan Pak Epi juga bersedia menampung itik-itik yang masih kecil, yang sudah disediakan PENTIS pada tanggal 15 Oktober 2011, untuk dibagikan kepada 25 KK yang belum mendapat pembagian itik pada bulan Maret yang lalu. Beliau juga menawarkan dalam rapat sehari sebelumnya, jika ada warga yang belum bisa membawa itik-itik tersebut kerumah masing-masing maka Pak Epi bersedia memelihara sementara waktu hingga warga siap untuk memelihara sendiri. Namun dengan catatan warga bersedia menyumbang untuk membeli pakan itik. Tida lupa Pak Epi dan keluarga juga mengucapkan terimakasih kepada PENTIS atas kerjasama selama ini, PENTIS juga yang telah memilih Pak Epi untuk diikut sertakan dalam penyuluhan pertanian di Banten pada tahun 200.. yang lalu.

Begitulah kisah yang saya dapatkan dari keluarga Pak Epi, semoga keluarga ini bisa menjadi teladan bagi warga sekitar Doak untuk membudidayakan itik. Hal utama bagi masyarakat Doak diharapkan mampu mengelola SDA yang ada dengan baik, ramah lingkungan sebagai wujud syukur atas berkas Jubata (Tuhan, red). Selain itu, petani juga memiliki sumber penghasilan lain dengan beternak dan berkebun disekitar rumah, bisa memberdayakan kehidupan keluarga dan sesama. Disisi Adanya peternakan itik dapat menjadi sarana untuk memajukan kehidupan ekonomi dan pemenuhan kebutuhan protein keluarga warga Doak sendiri. Semoga segala sesuatu yang baik dari Caritas Australia-PENTIS Pancur Kasih, keluarga Pak Epi dan Masyrakat Doak khususnya, selalu diberkati oleh Sang Empunya kehidupan.

,,,,,,,,,Salam pemberdayaan,,,,,,,,

 Oktober 2011

Antimus Lihan

Pertemuan Perempuan Adat Kalimantan

 

PERTEMUAN PEREMPUAN ADAT KALIMANTAN

Tanpa terasa, pendampingan dan advokasi untuk isu perempuan adat yang telah dilakukan secara fokus dan intensif, melalui Divisi Pemberdayaan Perempuan dan Anak sejak 2013 mulai menampakkan hasil. Walaupun kegiatan pendampingan terhadap perempuan adat sendiri sudah ada sejak 2010 di Kabupaten Landak. Setelah 10 tahun berlalu, dan divisi ini juga telah bertransformasi menjadi salah satu unit pengembangan yaitu Pusat Pendidikan, Penelitian dan Advokasi Perempuan Adat Kalimantan atau Kalimantan Indigenous Women of Education, Research and Advocacy (KIWERA).

Berbagai program telah dilakukan oleh unit ini, antara lain peningkatan kapasitas perempuan, pendampingan dan advokasi untuk isu perempuan adat, penelitian perempuan adat, dan satu program yang dikenal dan intensif dilakukan adalah Sekolah Perempuan Adat (SPA). Program SPA ini sendiri masih berlangsung sampai dengan saat ini, dengan melibatkan kurang lebih 500 perempuan penerima manfaat langsung, tersebar di 12 komunitas adat dari 6 kabupaten meliputi Kabupaten Sanggau, Landak, Ketapang, Melawi, Bengkayang dan Sintang. Program SPA ini sendiri dilakukan sebagai bentuk atas refleksi panjang perjalanan pendampingan CSO di komunitas adat khususnya dalam lingkup Gerakan Pemberdayaan Pancur Kasih. Lembaga yang melakukan kolaborasi bersama YKSPK dalam pendampingan terhadap perempuan adat antara lain Institut Dayakologi (Sanggau dan Ketapang), Perkumpulan Pengelolaan Sumber Daya Alam – PPSDAK (Ketapang), Lembaga Bela Banua Talino (Melawi), CU Filosofi Petani Pancur Kasih (Sanggau, Bengkayang, Melawi, Landak), CU Canaga Antutn (Ketapang), Gerakan Aliansi Masyarakat Adat Laman – Canaga Antutn (Ketapang), dan Walhi Kalimantan Barat (Sintang dan Bengkayang).

Perempuan adat mesti menjadi aktor utama dan tidak lagi hanya menjadi penonton. Perempuan mesti dilibatkan penuh dalam proses pengambilan keputusan terhadap pengelolaan hutan dan lahan, dimana justru perempuan lah yang paling banyak terlibat. SPA ini menjadi tempat belajar non formal bagi  perempuan di komunitas adat sebagai pemenuhan hak perempuan atas pendidikan yang layak. Tujuan SPA sebagai wadah edukasi  di tingkat akar rumput  untuk meningkatkan  kualitas hidup perempuan adat. Melalui SPA ini, perempuan meningkat rasa percaya dirinya  bahwa mereka sebenarnya  memiliki pengetahuan  lokal yang terbukti secara turun temurun dalam mengelola hutan dan lahan secara adil dan berkelanjutan. Pengetahuan  yang perempuan miliki ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan potensi  ekonomi alternatif  melalui berbagai produk  pertanian,  peternakan, perkebunan, maupun hasil hutan  non kayu yang berkelanjutan bagi komunitasnya. Dan yang paling penting  adalah melalui  SPA dan berbagai aktivitasnya menjadi  sarana pembelajaran dan  bentuk praktek perempuan adat sebagai upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan bersama kelompok perempuan dan masyarakat di wilayah dampingan pada akhir program, ternyata SPA ini memberikan manfaat yang luar biasa dalam mendorong partisipasi aktif perempuan adat terlibat di ruang publik, serta mampu membawa suara suara perempuan yang dulu tak terdengar khususnya dalam pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.

Dari hasil kegiatan pemberdayaan perempuan adat yang diisiasi oleh YKSPK melalui berbagai program nya telah melahirkan  13 organisasi lokal perempuan adat yang terdiri atas :

    1. Organisasi lokal perempuan adat “Pitn Tae Kanak”, berpusat di Kampung Tae, Desa Tae (Komunitas Adat Tae).
    2. Organisasi lokal perempuan adat “Pitn Tumpai”, berpusat di Kampung Bangkan, Desa Tae (Komunitas Adat Tae).
    3. Organisasi lokal perempuan adat “Nyai Pet Sese”, berpusat di Kampung Mak Ijing, Desa Tae (Komunitas Adat Tae).
    4. Organisasi lokal perempuan adat “Muan Kalos”, berpusat di Kampung Teradak, Desa Tae (Komunitas Adat Tae).
    5. Organisasi lokal perempuan adat “Mawang Muan Pan’n”, berpusat di Kampung Semangkar, Desa Tae (Komunitas Adat Tae).
    6. Organisasi lokal perempuan adat “Pitn Muan Kayuh”, berpusat di Kampung Padang, Desa Tae (Komunitas Adat Tae).
    7. Organisasi lokal perempuan adat “Dayang Bidayuh Mengkat Bauh”, berpusat di Kampung Segumon, Desa Lubuk Sabuk (Komunitas Adat Sisang dan Bi Somu).
    8. Organisasi lokal perempuan adat “Kumang Seranta”, berpusat di Kampung Guna Baner, Desa Sungai Tekam (Komunitas Adat Iban Sebaruk).
    9. Organisasi lokal perempuan adat “Dayakng Senta”, berpusat di Desa Menyumbung, Kecamatan Hulu Sungai, Ketapang (Komunitas Adat Krio)
    10. Organisasi lokal perempuan adat “Sungai Mehola Bangis.”, berpusat di Kampung Mehola Bangis, Kabupaten Melawi (Komunitas Ransa)
    11. Organisasi lokal perempuan adat “Rimok Laman Angus”, berpusat di Kampung Pondok Bayan, Kabupaten Melawi (Komunitas Ransa)
    12. Organisasi lokal perempuan adat “Ne Angar”, berpusat di Kampung Pelanjau, Desa Caokng, Kecamatan Mempawah Hulu, Landak
    13. Koperasi Simpan Pinjam Perempuan “Babane”, berpusat di Kampung Doak, Desa Bilayuk, Kecamatan Mempawah Hulu, Kabupaten (Komunitas Adat Kanayatn).

Selain organisasi yang sudah terbentuk di atas ada juga organisasi atau kelompok yang dibentuk oleh lembaga mitra antara lain “Inuk Inuk Beteras” (Walhi Kalbar) dan kelompok perempuan adat komunitas Kendawangan dan Jalai di Ketapang (Institut Dayakologi) yang bekerja sama dengan YKSPK dalam melakukan peningkatan kapasitasnya.

Dalam rangka untuk meningkatkan kapasitas dan membangun gerakan yang lebih besar diantara kelompok perempuan adat yang tekah difasilitasi, maka YKSPK melaksanakan kegiatan Pertemuan Perempuan Adat Kalimantan pada tanggal 2 -3 Desember 2022 di Pontianak. Kegiatan ini menghadirkan 25 orang perempuan adat yang mewakili berbagai orgnaisasi lokal perempuan adat yang terbentuk dari 12 komunitas adat di enam kabupaten Kalimantan Barat.

Dalam kegiatan yang mempertemukan para kader pemimpin Perempuan Adat sebagai penerima manfaat langsung pendampingan yang dilakukan oleh YKSPK bersama mitra kolaborasinya ini, juga sebagai bentuk apreasiasi dan menemukan wadah untuk membangun gerakan Perempuan Adat Kalimantan. Kegiatan ini juga digunakan sebagai wadah dan ruang dialog bagi Perempuan Adat yang berasal dari enam kabupaten di Kalimantan Barat menemukan strategi bersama untuk memperkuat gerakan yang sedang dibangun saat ini. Selain itu forum ini juga untuk melihat bersama sejauh mana sebenarnya peluang dan kesempatan perempuan untuk terlibat lebih jauh dalam mengakses manfaat program Perhutanan Sosial di komunitas dampingan saat ini. *twiscer

Semiloka Pendidikan Kader Muda Kalimantan

Babak Baru Kerja Penyadaran Kritis ala Pancur Kasih – Untuk Generasi Muda Kalimantan

Pontianak (02/2021) –Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih (YKSPK) melalui Divisi Pendidikan Kritis bersama para utusan dari lembaga mitra maupun jaringannya di Gerakan Pemberdayaan Pancur Kasih (GPPK), yakni WALHI KALBAR, Institut Dayakologi (ID), Gerakan Credit Union – Filosofi Petani Kalimantan (GCU-FPK), CU Gerakan Konsepsi Filosofi Petani Pancur Kasih (CUG KFPPK), Pemberdayaan Pengelolaan Sumber Daya Alam Kalimantan (PPSDAK) dan Lembaga Bela Banua Talino (LBBT) –  menggelar Seminar dan Lokakarya Penyusunan Kurikulum Pendidikan Kader Muda Kalimantan Barat yang mengusung tema “Membangun Kader Muda Kalimantan Barat yang Kritis, Mandiri dan Bertanggungjawab”.

Dalam kesempatan sebagai narasumber seminar, Ansilla Twiseda Mecer – Ketua Pengurus  YKSPK, menjelaskan bahwa kurikulum yang disusun bersama jaringannya ini sejatinya merupakan sintesa pengalaman YKSPK menggeluti dunia pendidikan formal maupun non-formal di Kalimantan Barat dan sekitarnya selama 40 tahun tepatnya pada 24 April 2021 mendatang. Ansilla menegaskan, memasuki dasawarsa yang keempat ini YKSPK semakin mempertajam visi misi dan implementasi Nilai-Nilai Pancur Kasih dalam bidang pendidikan sebagai core utama kegiatannya.  Di bidang pendidikan formal, dengan pengintegrasian pendekatan Pendidikan Yang Membebaskan (PYM) dalam Kurikulum 2013 (K13) di Persekolahan Santo Fransiskus Asisi. Sejalan dengan itu, di bidang pendidikan alternatif bagi generasi muda Kalimantan dengan penyusunan kurikulum pendidikan alternatif yang memanfaatkan sinergisitas jaringan. Ke depan, strategi ini diharapkan menjadi pijakan bagi keberlanjutan-upaya maupun penyebarluasan-dampak dari kerja-kerja penyadaran kritis di tengah-tengah masyarakat luas.

Setelah dibuka dengan seminar, kegiatan yang berlangsung pada 2 – 5 Februari 2021 yang lalu di Pontianak ini dimulai dengan mengidentifikasi dan memetakan permasalahan yang dihadapi khususnya oleh generasi muda di Kalimantan sebagai pijakan untuk merumuskan secara detil perubahan yang dicita-citakan berdasarkan nilai-nilai utama kehidupan yang berdaulat – bermartabat – mandiri dan berkelanjutan. Selanjutnya memetakan berbagai kondisi, prasyarat, peran-peran kunci dan intervensi yang sesuai guna menjawab persoalan-persoalan yang mengemuka dalam konteks pendidikan generasi muda di Kalimantan pada umumnya.

Kegiatan yang dimoderatori oleh Richardus Giring – Pengurus YKSPK, dan difasilitasi oleh Krissusandi Gunui’- Direktur Institut Dayakologi ini, berhasil merumuskan dua jenis kurikulum pendidikan alternatif yang masing-masing secara spesifik akan diterapkan untuk pendidikan bagi generasi muda urban dan generasi muda komunitas adat di Kalimantan. Sejalan dengan itu, disepakati pula terbentuknya Jaringan Pendidikan Kaum Muda Kalimantan sebagai wadah bagi aktivis pegiat pendidikan kritis sekaligus sebagai bagian dari strategi implementasi kurikulum ini ke depan.

Antusiasme dan kesan yang kuat diperoleh peserta kegiatan, satu diantaranya Alberd, Aktivis CUG-KFPPK yang merasa banyak mendapatkan pengalaman yang bermanfaat. “Saya belajar memahami bagaimana kita bisa memikirkan lewat diskusi kritis sebuah draf kurikulum pendidikan kader muda, dan pikiran-pikiran itu diambil dari banyak pemikir-pemikir yang ada di lingkungan Gerakan, yang tentunya peduli dengan nasib kaum muda ke depannya.”

Antimus Lihan – Koordinator Divisi Pendidikan Kritis YKSPK menyatakan, SEMILOKA Kurikulum Pendidikan Kader Muda Kalimantan merupakan sebuah babak baru bagi YKSPK untuk kembali proses penyiapan kader muda di masa depan yang mandiri, berkarakter dan bertanggungjawab. Diharapkan dengan adanya kurikulum pendidikan ini, langkah-langkah untuk membangun kader muda sebagaimana dimaksud akan semakin baik, terarah dan tersistem. “Kita mengharapkan kaum muda ke depan akan lebih proaktif, kritis dalam melihat persoalan-persoalan, masalah-masalah di lingkungan masyarakat. Kaum muda harus menjadi bagian dari solusi, bukan sebaliknya menjadi bagian dari masalah.

Krissusandi Gunui – fasilitator kegiatan berharap, bahwa; (1) kerja-kerja Pemberdayaan dan Pembebasan melalui Pendidikan Kritis yang transformatif dan kontekstual harus terus berjalan serta dikembangkan ke skala yang lebih luas dan holistik . Namun demikian misi “memanusiakan manusia” ini harus tetap sejalan dengan semangat, misi serta nilai-nilai Gerakan Pemberdayaan Pancur Kasih sehingga ini menjadi gerakan semua elemen gerakan, bukan lagi dalam ruang sektoral yang terbatas, dengan demikian maka manfaat serta hasilnya ke depan juga bisa lebih luas karena menjangkau banyak elemen di masyarakat; (2). Berharap kurikulum yang telah dibuat benar-benar membumi dan mengakomodir perubahan, sehingga pendidikan alternatif yang kita buat bagi kaum muda, benar-benar menarik, menantang dan berbeda dari segala jenis fasilitasi pendidikan formal atau alternatif lainnya di luar GPPK; (3). GPPK melalui YKSPK dan Jaringan Pendidikan Kaum Muda Kalimantan dapat solid dan kokoh dalam bekerja sama untuk menciptakan kaum muda yang Cerdas dan Kritis guna membawa perubahan menuju Kalimantan dan peradaban dunia yang lebih baik. “Semoga sukses dan terus semangat untuk kita semua,” pungkasnya.***EB – YKSPK

Panen Perdana SRI di Desa Kayu Tanam

                   

PENTIS Pancur Kasih, September 2011

PANEN PERDANA SRI DI DESA KAYU TANAM

                    (oleh : antimus lihan)

Pada Mei 2011, PENTIS Pancur Kasih memulai pengembangan program pertanian Ramah Lingkungan dengan metode SRI Organik. Lokasi program di Dusun Pak Peleng, Desa Kayu Tanam, Kecamatan Mandor – Kabupaten Landak. Program ini merupakan kerjasama Pancur Kasih dengan Caritas Australia dan Kelompok Tani Dusun Pak Peleng. Untuk tenaga pendamping teknis, didatangkan langsung 2 orang ahli SRI Organik dari NOSC (Nusantara Organik SRI Center) Jakarta. Mereka bekerja bersama masyarakat/kelompok tani selama 4 bulan mulai dari persiapan lahan, pembuatan pupuk organic, penanaman & pemeliharaan hingga panen. Luas lahan demplot untuk ujicoba SRI organik yang dikerjakan secara bersama oleh anggota kelompok dan pendamping dari NOSC adalah 25 x 25 meter persegi. Selain di lahan demplot, petani anggota kelompok juga melakukan ujicoba tanam padi metode SRI organik di lahan masing-masing.

SRI (the system of rice intensification) adalah teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktifitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara. Metode ini pertama kali ditemukan secara tidak disengaja di Madagaskar antara tahun 1983 – 1984 oleh Fr. Henri de Laulanie, SJ, seorang Pastor Jesuit asal Prancis yang lebih dari 30 tahun hidup bersama petani-petani di sana. Beberapa keuntungan pertanian cara SRI Organik ini adalah : hemat air, hemat biaya – hanya butuh benih 5 kg/ha, menggunakan pupuk organic – tidak perlu beli pupuk, hemat waktu – benih ditanam muda 5-12 hss, produksi meningkat hinga lebih dari 8 ton per hektar dan ramah lingkungan.

Panen perdana SRI Organik di Kayu Tanam dilaksanakan tanggal 19 September 2011. Dihadiri pejabat Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Landak, Pengurus Yayasan Pancur Kasih dan staf Pentis. Seluruh anggota kelompok tani juga hadir untuk melakukan panen bersama. Sebelum panen padi dimulai, terlebih dahulu dilaksanakan upacara adat. Bagi orang Dayak, upacara adat merupakan keharusan untuk dilaksanakan sebagai sikap doa, hormat dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kemurahan rezeki, kebaikan dan kasih-Nya kepada manusia.

Hasil panen pada demplot pembelajaran seluas 25×25 m2 itu adalah 350 kg padi kering giling. Dengan hasil tersebut dapat diperhitungkan bahwa kalau 1 hektar lahan ditanam padi dengan metode SRI organik, maka akan menghasilkan paling kurang 5 ton (5.000 kg) padi per hektar.

atm 2011

KSP Babane Doak

KSP BABANE DOAK

(oleh: Antimus Lihan)

“Bulan lalu saya perlu uang untuk bayar buku paket, uang asrama dan SPP anak, tetapi sekarang saya belum punya uang. Mau pinjam tetangga tidak enak, karena mereka juga perlu uang”, demikian diungkapkan Ati (45th) salah seorang ibu-ibu di Kampung Sijarum, Kabupaten Landak. Keadaan sulit seperti ini sering dialami warga komunitas di kampung-ampung, terutama kaum ibu. Sumber penghasilan mereka yang terbatas, dan kadang kala hanya mengandalkan satu jenis sumber saja tentu tidak cukup untuk membiayai banyak keperluan. Apalagi ada keperluan-keperluan mendesak seperti keperluan anak sekolah, kondisi sakit dan perlu berobat sudah pasti menyulitkan.

Kondisi tersebut yang kemudian mendorong kaum perempuan, khususnya ibu-ibu di wilayah dampingan Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih (YKSPK), Kabupaten Landak berinisiatif membentuk suatu wadah berkumpul yang mereka sebut Kelompok Simpan Pinjam (KSP). Wadah ini dibentuk dengan maksud untuk menanggulangi beberapa persoalan yang mereka hadapi tersebut. Utamanya adalah bagaimana mengatasi kesulitan uang ketika pada saat ada keperluan-keperluan mendesak yang tak terduga datang menghampiri, sementara tak punya tabungan uang apalagi menyimpan uang di rumah dalam jumlah yang cukup. Minta pinjaman uang ke tetangga juga tak mungkin karena mereka para tetangga pun tak memiliki uang di rumahnya. Persoalan keuangan seperti itu memang sering dirasakan kaum perempuan komunitas, utamanya ibu-ibu yang kegiatan sehari-harinya full mengurusi kehidupan domistik, rumah tangga.

Pilihan membentuk Kelompok Simpan Pinjam atau KSP adalah sebuah upaya kaum perempuan komunitas untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut. Dalam wadah KSP ini mereka tidak hanya bicara soal keuangan saja, mereka juga berbicara tentang berbagai hal pengalaman kehidupan di kampung, soal perekonomian atau bercerita tentang kegiatan berladang, bersawah, merencanakan kegiatan mencari sayur-mayur, rebung, umbut, kayu bakar di hutan dan sebagainya.

Salah satu KSP Perempuan yang terbentuk ketika itu dan masih aktif beraktivitas hingga tahun 2021 ini adalah Kelompok Simpan Pinjam Babane atau KSP BABANE. Kelompok ini terbentuk pada bulan Maret tahun 2012, sembilan tahun yang lalu oleh 13 orang perempuan di Kampung Doak, Desa Bilayuk, Kecamatan Mempawah Hulu Kabupaten Landak. BABANE yang dijadikan nama KSP ini merupakan nama sebuah sungai yang terletak di sekitar Kampung Doak. Sungai Babane merupakan induk dari dua cabang sungai yang mengalir hingga ke pemukiman penduduk di kampung Doak. Air Sungai Babane selalin dimanfaatkan untuk air bersih, juga untuk keperluan MCK (Mandi, Cuci dan Kakus), mengairi lahan pertanian/sawah dan keperluan untuk memandikan hewan ternak.

Menghimpun Modal Bersama

Saat awal terbentuk, KSP Babane yang beranggotakan 13 orang perempuan itu bersepakat mengumpulkan modal bersama. Mereka sepakat mengumpulkan modal uang pada tahap awal sebesar Rp. 500.000,- (Lima Ratus Ribus Rupiah) per orang. Namun tidak semua anggota kelompok memiliki uang sebesar itu, tetapi mereka tetap konsisten dengan kesepakatn awal dan berusaha mengumpulkannya walau dengan cara mencicil. Barulah pada akhir tahun 2012 semua anggota berhasil mengumpulkan modal sebesar Rp. 6.400.000,- (Enam Juta Empat Ratus Ribu Rupiah). Dengan penuh syukur mereka merasa senang bahwa dengan berkumpul, bersatu dan kompak mereka bisa menghimpun sejumlah uang sebagaimana kesepakatan awal.

Dengan modal yang berhasil mereka kumpulkan itu sungguh dapat membantu satu sama lain dengan cara meminjamkannya kepada anggota yang memerlukan. Tercatat pada akhir tahun 2012 uang yang telah dipinjamkan kepada anggota sebesar Rp. 6.190.000,- (Enam Juta Seratus Sembilan Puluh Ribu Rupiah). Pinjamanan yang diberikan itu disepakati berbunga 10% dari total yang dicairkan, dengan jangkan waktu pengembalian maksimal 12 bulan. Jika anggota meminjam Rp. 100.000,- (Sratus ribu rupiah), maka anggota wajib mengembalikan pokoknya sebesar Rp. 100.000,-  (Sratus ribu rupiah) ditambah bunga sebesar Rp. 10.000,- atau jumlah total pokok plus bunga adalah Rp. 110.000,- (Seratus Sepuluh Ribu Rupiah). Bunga yang disetor dimaksudkan untuk membiayai keperluan-keperluan administrasi dan operasional Kelompok Simpan Pinjam.

Berkat kerja keras, kebersamaan dan kekompakan para anggotanya, KSP Babane dari tahun ke tahun terus berkembang baik anggota maupun modal/assetnya. Hingga Desember 2019 anggota KSP Babane sudah bertambah menjadi 21 orang, terdiri dari 15 orang perempuan dan 6 orang laki-laki. Total modal/asset yang berhasil dihimpun setelah 7 tahun sebesar Rp. 46.282.300,- (Empat puluh enam juta dua ratus delapan puluh dua juta tiga ratus rupiah). Dari total asset tersebut terdapat Simpanan Anggota sebesar Rp. 37.350.350,- (Tiga puluh tujuh juta tiga ratus lima puluh ribu tiga ratus rupiah) dan Pinjaman Anggota sebesar Rp. 39.354.300,- (Tiga puluh sembilan juta tiga ratus lima puluh empat ribu tiga ratus rupiah).

Kelompok Simpan Pinjam Babane atau KSP Babane meskipun bukan sebuah koperasi, namun kelompok ini tetap rutin mengadakan rapat anggota tahunan (RAT). Dalam RAT yang melibatkan seluruh anggota, pengurus, pengawas dan penasihat KSP, pertanggungjawaban pengurus dapat didengar dan dibahas secara bersama. Pemilihan pengurus dan pengawas dilakukan secara musyawarah mufakat. Demikian pula dengan pembuatan dan pembahasan kebijakan dan program kerja kelompok simpan pinjam. Melalui Rapat Anggota Tahunan para anggota dapat mengetahui kendala atau tantangan yang dihadapi, mendiskusikan rencana bersama, sekaligus bagaimana rencana yang disepakati di tahun sebelumnya dicapai. Hal terpenting dalam RAT juga adalah sebagai sarana memupuk rasa kekompakan, kebersamaan dan saling tolong antar sesama anggota dan masyarakat pada umumnya.

Semangat kebersamaan merupakan basis penting dalam pengelolaan keuangan kelompok simpan pinjam yang dilakukan secara mandiri ini. KSP Babane melayani anggotanya, mulai dari membantu meringankan beban biaya sekolah anak, pembelian alat-alat pertanian anggota hingga kebutuhan biaya yang sifatnya mendesak dengan model simpan pinjam. Kegunaan model simpan pinjam yang dipilih seperti dinyatakan Ibu Juini (37 th), yang juga anggota kelompok. “Di sini, dana yang dipinjam bisa dipakai untuk membantu biaya anak sekolah, juga untuk membeli alat pertanian. Selain itu, saat ada kondisi mendesak, KSP bisa dengan cepat membantu anggota. Selagi keuangan kelompok mencukupi, anggota tidak akan kesulitan dalam proses pinjaman darurat,” ujar Ibu Juini.

Saling Percaya dan Konsisten

KSP Babane memegang teguh cita-cita awal bersama. Cita-cita awal yakni menjadikan KSP Babane dengan asas kekeluargaan dan saling percaya supaya konsisten melayani anggota hingga mandiri dalam kebersamaan di tengah komunitasnya.

Dalam kegiatan sosial di komunitas kampung dan desa, kelompok ini tak luput dari perhitungan. Bernadeta (44 th), salah seorang perintis pembentukkan KSP Babane yang turut mengawal pertumbuhan kelompok ini hingga sekarang bisa diteladani. Karena keaktifannya, ibu dari 3 putri ini dipilih untuk menjadi kader Posyandu mewakili kampungnya. Ibu rumah tangga dan petani perempuan ini selalu bersemangat dan aktif di setiap kegiatan di kampung maupun desa. KSP Babane pantas bangga karena memiliki sosok Bernadeta yang punya semangat belajar tinggi ini. Dia juga dipercaya oleh anggota untuk menjadi pencatat transaksi keuangan dan menyusun laporan.

Semangat berpartisipasi dan beremansipasi dalam berbagai forum pengambilan keputusan di tingkat kampung di kalangan ibu-ibu di Doak telah tumbuh dengan baik. Bernadeta mengatakan bahwa sebelum bergabung di KSP, rata-rata ibu-ibu malu duduk di kurisi depan saat ada kegiatan rapat atau pertemuan. Mereka banyak memilih duduk di belakang, atau memilih membuat kopi dan makan ringan di belakang saja. Tapi sekarang, ibu-ibu di Doak sudah tidak ragu lagi duduk di kursi depan dalam tiap pertemuan. “Ibu-ibu di sini juga sudah bisa dan berani mengungkapkan pendapatnya di forum rapat-rapat. Ini keberhasilan tersendiri buat kelompok simpan pinjam perempuan di Doak ini,” tutur Bernadeta bangga.

Wadah Berdiskusi

Rapat Anggota Tahunan mencatat bahwa kelompok simpan pinjam ini telah memberikan manfaat sebagai wadah berorganisasi dan berdiskusi selain memberikan keuntungan dari segi pengelolaan penghasilan anggotanya yang notabene perempuan petani sawah, kebun dan menoreh getah karet. Kelompok simpan pinjam ini semakin penting, terlebih karena sebagian wilayah kampung Doak telah berubah status menjadi HGU sehingga telah ditanami kelapa sawit yang mengakibatkan akses warga terhadap tanah, hutan dan lahan semakin kecil.

Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sajak awal tahun 2020 yang lalu telah membatasi interaksi antar warga Doak yang berpenduduk 80 kepala keluarga ini, termasuk kegiatan KSP Babane. Meskipun demikian, semangat kebersamaan dalam kelompok simpan pinjam perempuan ini tidak pupus; tetap optimistis. Semangat dan konsistensi kelompok perempuan Doak itu adalah kekuatan. Penuh motivasi dan antusiasme tinggi. Itulah modal moral dan sosial yang sangat berharga untuk pengembangan KSP Babane ke depannya……..(Antimus_Lihan)

 

Tanam PADI ala SRI

 

(oleh: antimus lihan)

YKSPK (Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih) memulai pengembangan program pertanian ramah lingkungan dengan metode SRI sejak tahun 2011. Penerapan cara bertani padi metode SRI ini dilakukan bersama kelompok-kelompok petani padi sawah,  secara organik dan tentu saja ramah lingkungan. Sebagai lokasi ujicoba program adalah Dusun Pak Peleng, Desa Kayu Tanam, Kecamatan Mandor – Kabupaten Landak. Daerah ini dipilih karena sebagian besar warganya adalah petani padi sawah yang arealnya berada di sekitar pemukiman tempat mereka tinggal. Teknik bersawah yang mereka lakukan masih dengan cara biasa, yakni menanam bibit padi pada satu lobang tanam dalam jumlah yang banyak, menggunakan air yang sangat banyak dan jarak antar lobang tanam yang sangat rapat.

SRI adalah suatu metode budidaya padi, JADI bukan jenis bibit padi. Semua jenis bibit padi dapat ditanam dengan metode SRI. Metode SRI fokus pada pengelolaan tanaman, tanah, air dan pendayagunaan unsur hara. Metode ini terbukti telah berhasil meningkatkan produktifitas padi sebesar 50%, bahkan di beberapa tempat mencapai lebih dari 100%.

Metode SRI dikembangkan di Madagascar antara tahun 1983 – 1984 oleh Fr. Henri de Laulanié, S.J., seorang Pastor Jesuit asal Prancis yang lebih dari 30 tahun hidup bersama petani-petani di sana. Republik Madagascar adalah sebuah negara pulau di Samudra Hndia, lepas pesisir timur Afrika. Pulau Madagascar adalah pulau terbesar keempat di dunia.

Oleh penemunya, metododologi budidaya padi ini selanjutnya dalam bahasa Prancis dinamakan Ie Systme de Riziculture Intensive disingkat SRI dan dalam bahasa Inggris populer dengan nama System of Rice Intensification disingkat SRI. Dalam SRI (System of Rice Intensification), tanaman diperlakukan sebagai organisme hidup sebagaimana mestinya, bukan diperlakukan seperti mesin yang dapat dimanipulasi. Semua unsur potensi dalam tanaman padi dikembangkan dengan cara memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhannya.  SRI bertumpu pada 5 hal pokok sebagai berikut :

    1. Menanam bibit muda yakni 5-15 hari setelah semai, ketika bibit masih berdaun 2 helai
    2. Menanam 1 bibit per lubang tanam
    3. Jarak tanam diatur dengan lebih lebar yakni 30 cm x 30 cm sampai 50 cm x 50 cm; di Indonesia, jarak tanam ideal untuk tanam padi metode SRI ini adalah 35 cm x 35 cm atau 40 cm x 40 cm (menurut cerita pengalaman pendamping petani metode SRI asal NOSC-Nusantara Organic SRI Center – 2011)
    4. Manajemen pengairan yang super hemat, pemberian air maksimal 2 cm (macak-macak) dan periode tertentu dikeringkan sampai pecah (Irigasi berselang/terputus)
    5. Penyiangan sejak awal sekitar 10 hari dan diulang 2-3 kali dengan interval 10 hari.

Sedapat mungkin dalam budidaya padi metode SRI ini sebaiknya menggunakan pupuk organik (KOMPOS). Pupuk organik selain menyediakan unsur hara yang lengkap (makro dan mikro) juga memperbaiki struktur tanah sehingga meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman, udara yang cukup bagi perakaran, dan meningkatkan daya ikat air tanah.

Kelebihan atau Manfaat Sistem SRI

Secara keseluruhan SRI memberikan hasil lebih baik, dalam arti lebih produktif (tanaman lebih tinggi, anakan lebih banyak, malai lebih panjang, dan bulir lebih berat), lebih sehat (tanaman lebih tahan hama dan Penyakit), lebih kuat (tanaman lebih tegar dan lebih tahan kekeringan), lebih menguntungkan (biaya produksi lebih rendah) dan memberikan resiko ekonomi yang lebih rendah.

Tingginya produktivitas padi sistem SRI antara lain karena budidaya padi metode SRI mengutamakan potensi lokal dan disebut pertanian ramah lingkungan, sangat mendukung terhadap pemulihan kesehatan tanah dan kesehatan pengguna produknya. Pertanian organik pada prinsipnya menitikberatkan prinsip daur ulang hara melalui panen dengan cara mengembalikan sebagian biomasa ke dalam tanah, dan konservasi air, mampu memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode konvensional. Secara Rringkas, manfaat dari budidaya metode SRI adalah sebagai berikut :

    1. Hemat air (tidak digenang), Kebutuhan air hanya 20-30% dari kebutuhan air untuk cara konvensional
    2. Memulihkan kesehatan dan kesuburan tanah, serta mewujudkan keseimbangan ekologi tanah
    3. Membentuk petani mandiri yang mampu meneliti dan menjadi ahli di lahannya sendiri. Tidak tergantung pada pupuk dan pertisida kimia buatan pabrik yang semakin mahal dan terkadang
    4. Membuka lapangan kerja dipedesaan, mengurangi pengangguran dan meningkatkan pendapatan keluarga petani
    5. Menghasilkan produksi beras yang sehat rendemen tinggi, serta tidak mengandung residu kimia
    6. Mewariskan tanah yang sehat untuk generasi mendatang

Praktek SRI di Kalimantan Barat

Teknik budidaya padi dengan metode SRI adalah untuk pertama kalinya dikembangkan Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih di Kalimantan Barat. Metode ini mulai diujicobakan oleh Kelompok Tani Dusun Pak Peleng, Desa Kayu Tanam, Kecamatan Mandor – dan di Dusun Pakan, Desa Caong, Kecamatan Mempawah Hulu – Kalimantan Barat.

Tujuan pengembangan budidaya padi dengan SRI merupakan suatu usaha tani untuk menghemat penggunaan input seperti sistem benih, penggunaan air, pupuk kimia dan pestisida kimia melalui pemberdayaan petani dan kearifan lokal.

Karena baru pertama kali dan tentu saja para petani belum berpengalaman dalam menerapkan tanam padi metode SRI ini, maka YKSPK menghadirkan secara langsung 2 (dua) orang tenaga ahli SRI Organik dari NOSC (Nusantara Organik SRI Center) Jakarta. Kehadiran kedua orang ini juga sekaligus sebagai pendamping petani dalam mempelajari, memahami dan mempraktekkan bagaimana tanam padi metode SRI dilakukan. Mereka bekerja bersama masyarakat khususnya anggota kelompok tani selama lebih kurang 4 (empat) bulan mulai dari persiapan lahan, pembuatan pupuk organic, penanaman & pemeliharaan hingga panen.

Luas lahan demplot untuk ujicoba SRI organik yang dikerjakan secara bersama oleh anggota kelompok tani Kayu Tanam dan pendamping dari NOSC adalah 25 x 25 meter persegi. Selain di lahan demplot, petani anggota kelompok juga melakukan ujicoba metode SRI di lahan masing-masing.

Sebelum memulai praktek menanam padi metode SRI di lokasi sawah demplot maupun di lahan masing-masing, oleh pendamping, para petani diberi bekal ilmu pengetahuan bertani, khususnya ilmu SRI baik teori maupun praktek. Para petani juga diajari tentang ilmu tani organik, bagaimana membuat pupuk dan pestisida organik dari bahan-bahan yang tersedia di sekitar petani. Serta bagaimana cara penggunaan pupuk dan pestisida organik di lokasi tanam.

Belajar Metode SRI

Berikut ini adalah beberapa materi penerapan metode SRI yang diajarkan oleh para pendamping kepada para petani anggota kelompok tani SRI organik di Kayu Tanam

    1. Bibit dipindah di lapang (transplantasi) lebih awal

Bibit padi ditransplantasi saat dua daun telah muncul pada batang muda, biasanya saat berumur 8-15 hari. Benih harus disemai dalam petakan khusus dengan menjaga tanah tetap lembab dan tidak tergenang air. Saat transplantasi dari petak semaian, perlu kehati-hatian dan sebaiknya dengan memakai cethok, serta dijaga tetap lembab. Jangan bibit dibiarkan mengering. Sekam (sisa benih yang telah berkecambah) biarkan tetap menempel dengan akar tunas, karena memberikan energi yang penting bagi bibit muda. Bibit harus ditranplantasikan secepat mungkin setelah dipindahkan dari persemaian —sekitar ½ jam, bahkan lebih baik 15 menit.

Saat menanam bibit di lapangan, benamkan benih dalam posisi horisontal agar ujung-ujung akar tidak menghadap ke atas (ini terjadi bila bibit ditanam vertikal ke dalam tanah). Ujung akar membutuhkan keleluasaan untuk tumbuh ke bawah. Tranplantasi saat bibit masih muda secara hati-hati dapat mengurangi guncangan dan meningkatkan kemampuan tanaman dalam memproduksi batang dan akar selama tahap pertumbuhan vegetatif. Bulir padi dapat muncul pada malai (misalnya “kuping” bulir terbentuk di atas cabang, yang dihasilkan oleh batang yang subur). Lebih banyak batang yang muncul dalam satu rumpun, dan dengan metode SRI, lebih banyak bulir padi yang dihasilkan oleh malai.

Dalam metode SRI kebutuhan benih jauh lebih sedikit dibandingkan metode tradisional, salah satu evaluasi SRI menunjukkan bahwa kebutuhan benih hanya 7 kg/ha, dibanding dengan metode tradisional yang mencapai 107 kg/ha. Belum lagi hasil panen yang diperoleh berlipat ganda karena setiap tanaman memproduksi lebih banyak padi.

    1. Bibit ditanam satu-satu daripada secara berumpun

Bibit ditranplantasi satu-satu daripada secara berumpun, yang terdiri dari dua atau tiga tanaman. Ini dimaksudkan agar tanaman memiliki ruang untuk menyebar dan memperdalam perakaran. Sehingga tanaman tidak bersaing terlalu ketat untuk memperoleh ruang tumbuh, cahaya, atau nutrisi dalam tanah. Sistem perakaran menjadi sangat berbeda saat tanaman ditanam satu-satu.

    1. Jarak tanam yang lebar

Dibandingkan dengan baris yang sempit, bibit lebih baik ditanam dalam pola luasan yang cukup lebar dari segala arah. Biasanya jarak minimalnya adalah 25 cm x 25 cm. Sebaiknya petani berani mencoba berbagai jarak tanam dalam berbagai variasi, karena jarak tanam yang optimum (yang mampu menghasilkan rumpun subur tertinggi per m2 tergantung kepada struktur, nutrisi, suhu, kelembaban dan kondisi tanah yang lain. Pada prinsipnya tanaman harus mendapat ruang cukup untuk tumbuh. Hasil panen maksimum diperoleh pada sawah subur dengan jarak tanam 50 x 50 cm, sehingga hanya 4 tanaman per m2.

Untuk membuat jarak tanam yang tepat (untuk memudahkan pendangiran), petani dapat meletakkan tongkat-tongkat dipinggir sawah, lalu diantaranya diikatkan tali melintas sawah. Tali harus diberi tanda interval yang sama, sehingga dapat menanam dalam pola segi empat. Dengan jarak tanam yang lebar ini, memberi kemungkinan lebih besar kepada akar untuk tumbuh leluasa, tanaman juga akan menyerap lebih banyak sinar matahari, udara dan nutrisi. Hasilnya akar dan batang akan tumbuh lebih baik. Pola segi empat juga memberi kemudahan untuk pendangiran.

    1. Kondisi tanah tetap lembab tapi tidak tergenang air

Secara tradisional penanaman padi biasanya selalu digenangi air. Memang benar, bahwa padi mampu bertahan dalam air yang tergenang. Namun, sebenarnya air yang menggenang membuat sawah menjadi hypoxic (kekurangan oksigen) bagi akar dan tidak ideal untuk pertumbuhan. Akar padi akan mengalami penurunan bila sawah digenangi air, hingga mencapai ¾ total akar saat tanaman mencapai masa berbunga. Saat itu akar mengalami die back (akar hidup tapi bagian atas mati). Keadaan ini disebut juga “senescence”, yang merupakan proses alami, tapi menunjukkan tanaman sulit bernafas, sehingga menghambat fungsi dan pertumbuhan tanaman.

Dengan SRI, petani hanya memakai kurang dari ½ kebutuhan air pada sistem tradisional yang biasa menggenangi tanaman padi. Tanah cukup dijaga tetap lembab selama tahap vegetatif, untuk memungkinkan lebih banyak oksigen bagi pertumbuhan akar. Sesekali (mungkin seminggu sekali) tanah harus dikeringkan sampai retak. Ini dimaksudkan agar oksigen dari udara mampu masuk kedalam tanah dan mendorong akar untuk “mencari” air. Sebaliknya, jika sawah terus digenangi, akar akan sulit tumbuh dan menyebar, serta kekurangan oksigen untuk dapat tumbuh subur.

Kondisi tidak tergenang, yang dikombinasi dengan pendangiran mekanis, akan menghasilkan lebih banyak udara masuk kedalam tanah dan akar berkembang lebih besar sehingga dapat menyerap nutrisi lebih banyak. Pada sawah yang tergenang air, di akar padi akan terbentuk kantung udara (aerenchyma) yang berfungsi untuk menyalurkan oksigen. Selain itu, penggenangan air paling baik dilakukan pada sore hari (bila pada hari itu tidak hujan), sehingga air yang berada di permukaan mulai mengering keesokan harinya.

Perlakuan ini membuat sawah mampu untuk menyerap udara dan tetap hangat sepanjang hari; sebaliknya sawah yang digenangi air justru akan memantulkan kembali radiasi matahari yang berguna, dan hanya menyerap sedikit panas yang diperlukan dalam pertumbuhan tanaman. Dengan SRI, kondisi tak tergenangi hanya dipertahankan selama pertumbuhan vegetatif. Selanjutnya, setelah pembungaan, sawah digenangi air 1-3 cm seperti yang diterapkan di praktek tradisional. Petak sawah diairi secara tuntas mulai 25 hari sebelum panen.

    1. Pendangiran

Pendangiran atau merumput (membersihkan gulma dan rumput) dapat dilakukan dengan tangan atau alat sederhana. Pendangiran ini membutuhkan banyak tenaga —bisa mencapai 25 hari kerja untuk 1 ha— tapi hal ini tidak sia-sia karena hasil panen yang diperoleh sangat tinggi. Pendangiran pertama dilakukan 10 atau 12 hari setelah tranplantasi, dan pendangiran kedua setelah 14 hari. Minimal disarankan 2-3 kali pendangiran, namun jika ditambah sekali atau dua kali lagi akan mampu meningkatkan hasil hingga satu atau dua ton per ha. Yang lebih penting dari praktek ini bukan sekedar untuk membersihkan gulma, tetapi pengadukan tanah ini dapat memperbaiki struktur dan meningkatkan aerasi tanah.

    1. Asupan Organik

Dalam pengembangan tanam padi metode SRI, petani sangat disarankan untuk menggunakan kompos, dan ternyata hasilnya lebih bagus. Kompos dapat dibuat dari macam-macam sisa tanaman (seperti jerami, serasah tanaman, dan bahan dari tanaman lainnya), dengan tambahan pupuk kandang bila ada. Daun pisang bisa menambah unsur potasium, daun-daun tanaman kacang-kacangan dapat menambah unsur N, dan tanaman lain.  Kompos menambah nutrisi tanah secara perlahan-lahan dan dapat memperbaiki struktur tanah.

Panen Perdana SRI Organik

Setelah Panen perdana SRI Organik di Kayu Tanam dilaksanakan tanggal 19 September 2011. Dihadiri pejabat Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Landak, Pengurus dan staf pendamping dari Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih. Seluruh anggota kelompok tani juga hadir untuk melakukan panen bersama. Sebelum panen padi dimulai, terlebih dahulu dilaksanakan upacara adat. Bagi orang Dayak, upacara adat merupakan keharusan untuk dilaksanakan sebagai sikap doa, hormat dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kemurahan rezeki, kebaikan dan kasih-Nya kepada manusia.

Hasil panen pada demplot pembelajaran seluas 25×25 m2 itu adalah 350 kg padi kering giling. Dengan hasil tersebut dapat diperhitungkan bahwa kalau 1 hektar lahan ditanam padi dengan metode SRI organik, maka akan menghasilkan paling kurang 5 ton (5.000 kg) padi per hektar.

Hasil Panen yang Meningkat .

Panen padi yang ditanam dengan metode tanam SRI juga dilaksanakan di tempat lain, derah dampingan YKSPK untuk praktek pengembangan SRI Organik di Dusun Pakan, Desa Caong, Kecamatan Mempawah Hulu-Kabupaten Landak. Panen di dilaksanakan pada Rabu, 3 April 2013 di lahan milik Pak Apat (Pak Eri). Pak Apat adalah anggota Kelompok Tani Nanga Rapih yang difasilitasi YKSPK sejak tahun 2012.

Program tanam padi metode SRI ini selain mendapat dukungan dari Caritas Australia juga didukung oleh Petugas Pertanian Lapangan (PPL) Kecamatan Mempawah Hulu, Kabupaten Landak dan PT Sang Hyang Seri berupa bantuan saprodi dan pelatihan teknik budidaya padi.

Kelompok ini beranggotakan 12 keluarga petani. Semua anggota kelompok ikut aleatn (bergotong-royong) mulai dari pengolahan lahan hingga panen. Saat panen di lahan Pak Apat, pembagian kerja sudah berjalan sebagaimana mestinya. Ibu-ibu dan beberapa orang bapak bertugas memanen padi menggunakan arit. Hasil panen diangkut ke lokasi perontokan oleh beberapa orang bapak. Perontokan padi sudah menggunakan mesin yang disewa dari salah seorang warga kampong. Sebagian bapak yang lainnya bertugas mengoperasikan mesin perontok sekaligus memasukan padi yang sudah bersih ke dalam karung-karung berkapsitas 50 kilogram. Dua orang bapak lagi bertugas sebagai tukang masak, menyediakan makan dan minuman buat  teman-teman anggota kelompok yang sedang bekerja.

Tahun ini Pak Apat cukup beruntung, karena hasil panennya meningkat dibanding tahun sebelumnya. Sebanyak 72 karung atau sekitar 3,6 ton berhasil ia kumpulkan.  Untuk konsumsi keluarga ia sisihkan ½ ton, cukup buat makan 3-4 bulan saja karena beberapa bulan berikutnya direncanakan sudah panen lagi. Di kampong ini panen sudah dilaksanakan 2 kali setahun. Sejumlah 3 ton lainnya ia jual kepada pengumpul yang sudah menunggu di kampungnya. Harga jual padi Rp. 3.000,- per kilogram, sehingga uang yang diperoleh Pak Apat sebesar 3.000 kg x Rp.3.000,- atau Rp. 9.000.000,-. Potong biaya modal yang terdiri dari pupuk dan obat-obatan sebesar Rp. 2.000.000,- sehingga hasil bersih yang Pak Apat terima dari hasil penjualan padi tahun ini sebesar Rp. 7.000.000,-

Ternyata tidak hanya Pak Apat yang beruntung. Hampir semua anggota kelompok Tani Nanga Rapih mendapat hasil panen padi yang cukup tahun ini. Mereka pantas bersyukur karena pada panen tahun ini hasilnya meningkat dibanding tahun sebelumnya. Seperti dialami Pak Markus, ketua Kelompok Tani Nanga Rapih, Ia memperoleh padi 2,6 ton, meningkat 1 ton dibanding tahun sebelumnya pada lahan yang sama seluas ¼ hektar. Demikian juga dengan anggota kelompok tani yang lainnya, seperti Pak Pery 1,2 ton, Pak Bens 3 ton, Pak Anton 3,6 ton dan Pak Ansel, 1,5 ton. Padi hasil panen sebagian mereka jual untuk membayar pinjaman modal dan membeli keperluan rumah tangga yang lainnya, serta membayar uang sekolah anak. Sebagian dari hasil panen mereka gunakan untuk memenuhi konsumsi keluarga, sehingga mereka tidak perlu membeli beras lagi atau menerima bantuan beras dari pemerintah dalam bentuk bantuan Beras Untuk Orang Miskin (RASKIN)……ditulis medio April 2013.

Merawat Air Mengelola Kehidupan

(oleh : antimus lihan)

Air penting bagi kehidupan semua makhluk di bumi ini. Manfaatnya menjangkau ke setiap makhluk hidup dan lingkungan di sekitar. Dalam kehidupan sehari hari, air digunakan sebagai air minum, memasak makanan dan kebutuhan MCK. Untuk masyarakat banyak, air digunakan sebagai sumber penghasil listrik dan pengairan ladang pertanian.

ungai, danau, daerah perbukitan atau air hujan. Ketersediaan air pada sumber-sumber tersebut sangat tergantung dengan kondisi alam dan lingkungan sekitar. Jika alam berdinamika, bergejolak dan lingkungan sekitar rusak, maka akan mempengaruhi kondisi air. Sumber air bisa menjadi kotor, tercemar hingga mengalami penurunan volume. Agar air tetap baik untuk dimanfaatkan, maka tanggungjawab kita selaku pengguna air adalah dengan terus-menerus menjaga dan memelihara lingkungan di mana sumber air tersebut berada.

Untuk memanfaatkan sumber air yang ada di sekitar pemukiman masyarakat, utamanya untuk air minum, memasak makanan, MCK dan pertanian biasa dilakukan dengan cara sederhana saja. Untuk air minum, memasak makanan misalnya, kita bisa langsung pergi ke sungai  atau danau mengambil air menggunakan ember, buluh bambu dan wadah lainnya untuk tempat menyimpan air. Bisa juga memanfaatkan air hujan dengan menyediakan wadah penampungnya berupa tempayan, baskom, drum/tong air, ember dan alat penampung air lainnya.

Jika hendak mengakses air yang berada di dalam tanah, maka cara yang biasa dilakukan adalah dengan menggali tanah menggunakan cangkul, penggali besi atau penggali berbahan kayu untuk dijadikan sumur. Jika sumber air sangat jauh dari permukaan tanah, maka digunakan alat yang bernama bor. Berapa dalam proses pengeboran sangat tergantung jarak sumber air di dalam tanah tersebut. Bisa belasan meter bahkan hingga kedalaman puluhan meter baru sampai ke sumber air di dalam tanah tersebut. Sumur yang digali dengan menggunakan bor ini dinamai atau dikenal dengan istilah sumur bor.

Sedangkan untuk mengakses air sungai yang jauh dari perkampungan dimana sungai tersebut berada di daerah perbukitan, maka cara yang biasa dilakukan masyarakat adalah dengan mengalirkan air tersebut ke pemukiman di kampung menggunakan buluh-buluh bambu atau pipa-pipa paralon. Melalui cara ini maka air menjadi semakin dekat dengan penduduk. Masyarakat bisa langsung mengalirkan air menggunakan pipa-pipa tersebut ke rumah-rumah di kamung penduduk atau ditampung terlebih dahulu dalam sebuah wadah penampungan air. Dari wadah penampungan tersebut masyarakat bisa mengambilnya menggunakan ember atau dialirkan menggunakan pipa-pipa peralon ke dalam rumah masing-masing warga kampung.

Namun dari kondisi tersebut di atas, tidak semua daerah atau kampung memiliki sumber air bersih yang memadai dan mudah diakses. Ada daerah-daerah yang sumber airnya tercemar oleh limbah pabrik, pertanian dan perkebunan. Bahkan akhir-akhir ini pencemaran air oleh perusahaan perkebunan dan pertambangan semakin memprihatinkan. Sungai-sungai semakin kotor akibat lumpur limbah tambang yang pengerjaannya dilakukan tanpa mengikuti prosedur dan standard pertambangan yang benar. Sungai-sungai semakin dangkal dan bahkan hilang sama sekali akibat digusur perusahaan perkebunan utamanya perkebunan sawit dan pertambangan. Akibatnya masyarakat sangat kesulitan memperoleh air bersih.

Kesulitan air bersih terutama sangat dirasakan langsung oleh kaum perempuan utamanya ibu-ibu rumah tangga. Mereka hari-harinya hampir tak pernah luput dari persoalan air. Mulai dari penyediaan air minum keluarga, memasak, mencuci pakaian, MCK, membersihkan rumah hingga keperluan untuk menyiram tanaman pertanian dan bunga-bunga tanaman hias.

YKSPK bantu masyarakat mengakses air bersih

Dalam rangka mempermudah masyarakat terutama kaum perempuan dan kelompok rentan dalam mengakses air bersih, Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih (YKSPK) melalui divisi Pendidikan Kritis (PENTIS) pada tahun 2006-2013 telah membantu masyarakat beberapa kampung di Kalimantan Barat untuk mengakses air bersih. Adapun ampung-kampung di Kalimantan Barat yang difasilitasi YKSPK untuk mendapatkan bantuan dan akses air bersih sejak tahun 2006 adalah : (1) Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya yakni kampung : Cang Kiri, Pancaroba Sunge, Sangkuk, Re’es, Lintang Batang, Teluk Lais, Banuah dan Kijang Berantai. (2). Kecamatan Mandor, Kabupaten Landak yakni kampung : Kayu Tanam dan Pak Peleng. (3). Kecamatan Mempawah Hulu yakni Kampung : Doak, Bambuk, Soalam, Pakan dan Palanjo.

Di beberapa lokasi kampung yang didampingi tersebut memiliki beragam kesulitan dalam mengakses air bersih. Ada lokasi-lokasi kampung seperti di daerah Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya yang tidak bisa mengakses sumber air dari dalam tanah dan sungai, mereka hanya bisa memanfaatkan air hujan. Untuk kondisi ini, YKSPK membantu penyediaan sarana air bersih bagi masyarakat berupa pemberian tong-tong air yang terbuat dari fiber dan pembuatan bak-bak besar penampung air yang menggunakan bahan dari campuran semen, pasir dan batu.

Untuk lokasi-lokasi yang memiliki sumber air dalam tanah, maka YKSPK membantu masyarakat dengan cara membuatkan sumur-sumur bor. Lokasi yang berkarakteristik seperti ini terdapat di daerah Kayu Tanam, Pak Peleng Kecamatan Mandor, Kabupaten Landak. YKSPK selain membantu masyarakat mengebor tanah untuk sumur, juga memberikan bantuan peralatan berupa mesin pompa air listrik dan tong-tong penampung air yang berbahan fiber. Mesin pompa listrik merupakan paket bantuan pembuatan sumur bor yang diberikan kepada masyarakat di Kayu Tanam dan Pak Peleng.                           

Kampung Palanjo mengakses air bersih                                                                                                

Kampung Palanjo, Desa Caong berada di Kecamatan Mempawah Hulu, Kabupaten Landak. Di kampung ini terdapat 70 kepala keluarga dengan jumlah penduduk lebih kurang 400 jiwa. Sebelum membantu masyarakat di Kampung Pelanjo, YKSPK  juga sudah memfasilitasi pengadaan sarana air bersih untuk beberapa kampung lainnya di wilayah Kabupaten Landak, yakni di Kampung Doak, Bambuk, Soalam, Pakan dan Kayu Tanam.

Di Kampung Palanjo, sumber air bersih adalah sungai yang bagian hulunya berada di kawasan bukit Pak Epak. Jarak bukit Pak Epak dari kampung kira-kira 2 kilometer. Berikut adalah proses pengerjaan awal pembangunan sarana pipanisasi air bersih di Kampung Palanjo

Hari itu Jumat, 10 Mei 2013 kira-kira jam 2 siang (14.00), puluhan orang bapak-bapak dan ibu dari Kampung Palanjo bersiap-siap menuju salah satu bukit di ujung kampung yakni Bukit Pa’Epak. Bukit yang dituju jauhnya kira-kira 2.000 meter dari kampong, masih hutan belantara. Masyarakat sengaja membiarkan pepohonan dan berbagai jenis tanam tumbuh yang terdapat di dalamnya tetap utuh dan tumbuh subur. Mereka tetap merawatnya dan menolak segala bentuk perusahaan yang mau masuk, merusak dan menguasai sumber daya alamnya.

Di kaki bukit itu terdapat sebuah sungai dengan air yang jernih. Di bagian dasar sungai terdapat bebatuan dan pasir yang memungkinkan air tetap bersih alami. Rencananya, masyarakat akan membuat bendungan dan memanfaatkan air sungai tersebut untuk dialirkan ke Kampung Palanjo guna memenuhi keperluan air bersih warga kampong yang berjumlah 400-an jiwa. Sudah disepakati bersama masyarakat bahwa YKSPK bertanggungjawab untuk pengadaan material sarana air bersih (SAB) berupa paralon, semen, besi, dll. Sedangkan masyarakat akan menyediakan pasir, batu dan tenaga untuk bekerja secara gotong-royong membangun SAB tersebut

Memulai  Pembangunan SAB Palanjo 

Pada siang itu tibalah saatnya warga Kampung Pelanjo baik laki-laki maupun  perempuan dan Tim dari YKPSK yakni Adrio (teknisi), Wina dan Antimus bersama-sama berangkat menuju lokasi sumber air bersih. Perjalanan memakan waktu kira-kira 45 menit jalan kaki. Kami berjalan menyusuri jalan setapak, cukup licin karena sebelumnya ada hujan. Kelompok bapak-bapak ada yang memikul semen, paralon, menyeret besi cor, membawa peralatan kerja tukang serta mengambil pasair dan batu yang ada di sungai tersebut untuk bahan campuran semen. Sedangkan kaum ibu, ada yang membawa ember untuk tempat membawa pasir serta peralatan minum kopi dan teh.

Setibanya di lokasi, masyarakat mulai melaksanakan tugasnya masing-masing. Semua orang bekerja tanpa paksaan. Ada yang membersihkan lingkungan sekitar lokasi bendungan, ada yang mengambil batu dan pasir yang ada di sungai, ada yang membendung air menggunakan terpal. Intinya semua orang terlibat bekerja. Atas saran teknis oleh Adrio, staf Pentis Pancur Kasih, pengerjaan bendungan pun dilaksanakan. Bapak-bapak ada yang mengerjakan papan mal, ada yang memotong-motong besi cor dan yang lainnya mengaduk semen. Bagian mencari batu dan pasir dilakukan oleh ibu-ibu.

Pekerjaan membuat bendungan berakhir hingga jam 17.00 (jam 5 sore). Kami kemudian pulang ke kampung, berjalan kaki seperti semula dengan perasaan lega. Penyelesaian bendungan akan dilakukan hari Selasa depan. Karena sesuai kesepakatan bahwa waktu pelaksanaan kerja gotong-royong membangun SAB adalah setiap hari Selasa dan Jum’at. Direncanakan Juni 2013, pembangunan fasilitas air bersih sudah selesai dikerjakan.

Selama ini masyarakat Pelanjo menggunakan air sungai dekat kampong untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-harinya. Air dari sungai tersebut mereka alirkan ke rumah masing-masing menggunakan batang bambu. Kebutuhan keluarga akan air tercukupi, namun sayangnya daya tahan bambu sangat terbatas, 3-4 bulan kemudian bambu-bambu tersebut harus diganti, sangat merepotkan. Belum lagi airnya yang mudah tercemar akibat hewan ternak yang masih berkeliaran, limbah rumah tangga dan pencemaran oleh aktivitas pertanian, terutama pertanian yang menggunakan bahan-bahan kimia.

Guna mengatasi persoalan air bersih tersebut, masyarakat Pelanjo bersepakat membangun sarana air bersih di kampungnya. Mereka mau kerja bakti, menyiapkan material sarana air bersih (SAB) seperti batu dan pasir. Pengerjaan bangunan bendungan, penggalian saluran pipa dan pemasangan pipa serta pengerjaan bak pembagi dilakukan secara bergotong-royong atau secara berkelompok dengan jam kerja menyesuaikan aktivitas keseharian warga masyarakat.

Pengerjaan sarana air bersih secara bergotong-royong ini juga dimaksudkan agar masyarakat tidak menganggap kegiatan ini sebagai pekerjaan proyek semata. Tetapi dengan berpartisipasi baik dalam hal kerja maupun konstribusi dalam penyediaan bahan-bahan material, masyarakat diharapkan semakin bertanggungjawab atas bangunan yang mereka buat sendiri.

Untuk memastikan kerja gotong-royong pembangunan Sarana Air Bersih berjalan sesuai rencana, maka warga masyarakat Kampung Pelanjo sepekat membentuk kepanitiaan. Struktur kepanitiaan dan nama-nama warga yang masuk di dalam Panitia Pembangunan Sara Air Bersih tersebut adalah : Ketua: Pincus; Sekretaris: Sumiati; Bendahara: Elisabeth; Pengerah Massa: Joni dengan anggota-anggota: Lipsin (Pulai Patah); Filipus (Rangkong) dan Anus (Ne’ Mago).

Masyarakat juga bersepakat akan menjaga kelestarian sumber air bersih dengan tidak menebang pohon-pohon atau tanam tumbuh dan tidak membuat ladang di daerah sekitarnya. Sementara untuk teknis pengerjaan bendungan, pemasangan pipi-pipa paralon dalam tanah, pembangunan bak pembagi dan pendistribusiannya ke rumah-rumah penduduk akan diawasi secara langsung oleh tim PENTIS – Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih.

Lokasi sumber air bersih Kampung Pelanjo yang mau dibangun sarana air bersih ini berada di sekitar Bukit Pak Epak, Padarang dan Pajamuran. Bukit-bukit tersebut merupakan kawasan Hutan Lindung Masyarakat Adat yang senantiasa mereka jaga dan lestrikan. Jaraknya dari kampung lebih kurang 2.000 meter. Atas permintaan dan inisiatif warga masyarakat, YKSPK memberikan bantuan  material berupa semen, paralon, besi-besi cor dan bahan lain yang tidak tersedia di kampong, serta pendampingan teknis pengerjaan pipanisasi.

Akses Air Bersih dengan Sistem Bak Pembagi

Untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat dan keberlanjutan pemakaian sarana air bersih, maka pembagian air ke rumah-rumah warga menggunakan Sistem Bak Pembagi. Sistem ini didapat dari hasil studi banding Antimus dan Adrio di daerah Pandeglang, BantenKemudian oleh Adrio, tenaga teknis dari program pembuatan sarana air bersih DIVISI PENTIS-YKSPK, sistem bak pembagi ini dipraktekkan di kampung-kampung dampingan dalam rangka mempermudah masyarakat mengakses air bersih secara adil dan berkelanjutan.

Melalui sistem ini (bak pembagi), sumber air sungai yang bagian hulunya terletak di daerah perbukitan terlebih dahulu dibendung. Proses pembangunan bendungan dikerjakan oleh masyarakat secara bergotong-royong dengan pendampingan teknis oleh tim YKSPK. Pengerjaan bendungan memerlukan waktu 3-4 hari agar adonan semen bercampur pasir dan batu benar-benar kering. Setelah dipastikan konstruksi bendungan benar-benar kering dan kuat serta dinding-dinding bendungan yang terbuat dari adonan semen tersebut sudah mengering, maka air sungai boleh dialirkan ke dalam bendungan tersebut.

Setelah bendungan terisi penuh air dan dipastikan tidak ada lagi rembesan air di dasar dan bagian tepi bendungan, barulah kemudian airnya dialirkan melalui pipa/paralon yang sudah ditanam didalam tanah ke bak-bak pembagi yang sudah dibangun oleh masyarakat secara bergotong-royong. Setelah sampai di bak pembagi barulah air dialirkan ke rumah-rumah warga menggunakan paralon ukuran tertentu dengan volume air yang sama untuk setiap rumah.

Jumlah paralon yang dipasang pada tiap-tiap bak pembagi sangat tergantung dengan jumlah rumah warga yang akan dialiri air. Di Kampung Palanjo ada ada empat bak pembagi yang dibangun sesuai dengan pembagian kelompok rumah waraga. Masing2 bak pembagi dipasang titik-titik paralon antara 10-20 buah sesuai dengan jumlah rumah warga pada titik bak pembagi yang disepakati. Dari titik-titik paralon yang disediakan tersebut, masing-masing rumah mempersiapkan paralon dan menyambungkannya pada titik yang sudah disediakan itu. Air yang dialirkan ke tiap-tiap rumah penduduk diatur sedemikian rupa agar agar volume air bersih yang diterima sama untuk setiap rumah. Hal ini untuk menjaga keadilan dan keberlanjutan dalam pemanfaatan air bersih.

Ada beberapa buah bak pembagi yang dibangun. Bak-bak tersebut diletakkan di beberapa titik terdekat dengan kelompok rumah-rumah warga. Jumlah bak pembagi juga sangat tergantung dengan jumlah rumah penduduk pada sebuah kampung.

Memanen buah kerjasama (14 Agustus 2013)

Setelah kurang lebih tiga bulan (Mei-Agustus 2013) masyarakat Kampung Palanjo bergotong-royong, bekerja membangun sarana air bersih, akhirnya proses pembangunan itu dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang direncanakan. Tepat pada tanggal 14 Agustus 2013, Sarana Air Bersih Kampung Palanjo dinyatakan telah selesai pengerjaannya dan air bersih sudah dapat dinikmati masyarakat. Ada sekitar 400 jiwa dari 70 kepala keluarga di Kampung Palanjo pada hari itu sudah dapat mengakses dan menikmati air bersih yang berasal dari daerah perbukitan Pak Efak.

Secara resmi penyerahan sarana air bersih dan penggunaanya dilakukan langsung oleh Ketua Yasayan Karya Sosial Pancur Kasih, Ansilla Twiseda Mecer. Pada saat penyerahan dan peresmian sarana air bersih tersebut selain dihadiri oleh warga masyarakat Kampung Palanjo, Kampung Pakan dan amasyarakat sekitarnya juga turut dihadir Ketua DPRD Kabupaten Landak, Camat Kecamatan Mempawah Hulu, Kepala Desa Caong beserta para pejabat dari kecamatan dan perangkat Desa.

Di hadapan masyarakat Kampung Palanjo, para undangan berseta rombongan yang hadir, Ketua YKSPK berpesan kepada masyarakat agar senantiasa warga masyarakat selalu menjaga, merawat sarana air bersih yang sudah dibangun dengan kerjasama, gotong-royong dan penuh kekompakan itu. Dan hendaknya air bersih yang sudah bisa dialirkan langsung ke rumah-rumah warga itu dipergunakan dengan sebaik-baiknya dan seadil adilnya untuk kehidupan dan keselamatan.

(Antimus Lihan 2021)

Pertemuan Perempuan Adat Kalimantan

 

 

Twiseda Mecer selaku Ketua Pengurus lembaga YKSPK, yang juga Insiator dari Pusat Pendidikan dan Advokasi Perempuan Adat Kalimantan, sekaligus penggerak Program Sekolah Perempuan Adat menyampaikan secara singkat perjalanan pendampingan perempuan adat selama kurang lebih 12 tahun terakhir. Tema dari seminar ini dipilih juga sejalan dengan kerja-kerja pendampingan yang sudah dilakukan oleh YKSPK selama ini. Sejak pendampingan dan pemberdayaan perempuan adat melalui Koperasi Simpan Pinjam Perempuan, Program Sekolah Perempuan Adat maupun kegiatan pemberdayaan secara kolaborasi bersama Mitra CSO yang sudah dimulai sejak tahun 2010 sampai dengan saat ini, sudah ada kurang lebih 700 an perempuan adat yang difasilitasi. Perempuan Adat dibangun kesadaran kritisnya, mendapat penguatan dan pengetahuan terkait hak-hak perempuan, membangun kepercayaan diri akan pengetahuan lokal yang mereka miliki khususnya dalam pengelolaan hutan dan wilayahnya secara adil dan berkelanjutan.
Melalui berbagai program pemberdayaan Perempuan Adat, mulai muncul para kader pemimpin perempuan adat di berbagai komunitas yang telah difasilitasi. Yang tak pernah dilibatkan dan didengar suaranya, mulai banyak terlibat dalam kegiatan public di tingkat komunitas atau desa. Selain itu ada kurang lebih 19 organisasi lokal yang telah terbentuk dan mesti didampingi sehingga mereka siap dan mandiri dalam pengelolaannya. Harapan kedepannya adalah adanya kerja bersama antara pemerintah sebagai pihak regulator, CSO –CSO lainnya untuk bisa terus memberikan ruang bagi para perempuan adat tetap bersuara, berdaya baik bagi keluarga, komunitasnya atau pun bagi masyarakat secara keseluruhan, demikian Twiseda menutup sharing pengalamannya.

#SeminarPerempuanAdatKalimantanYKSPK22
#JaringanPerempuanAdatKalimantan
#yayasankaryasosialpancurkasih
#pusatpendidikandanadvokasiperempuanadatkalimantan
#thelfsaynifimi2
#sekolahperempuanadatykspk
#indigenouswomenschoolykspk
#KEPUAK

Seminar

SEMINAR

“Peran Perempuan Adat Dalam Pengelolaan Hutan Dan Lahan Secara Adil Serta Berkelanjutan Sebagai Upaya Adaptasi Dan Mitigasi Perubahan Iklim”.

Perempuan adat menjalankan peran yang paling dominan dalam pengelolaan sumber daya di seluruh komunitas adat di Kalimantan. Namun fakta yang terjadi, perempuan justru merupakan pihak yang tidak pernah dilibatkan dalam berbagai bentuk pengambilan keputusan yang berkenaan dengan pengelolaan wilayah adat di banyak komunitas adat. Budaya patriarki yang terjadi sejak lama di masyarakat menjadi salah satu faktor situasi ini terjadi. Padahal di tengah situasi dunia yang berhadapan dengan terjadinya perubahan iklim, justru perempuan dengan pengetahuan lokalnya yang terbukti mampu beradaptasi sekaligus melakukan upaya pencegahan.

Itu sebabnya, Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih (YKSPK) meletakkan fokus dan secara intensif melakukan pendampingan pada perempuan adat yang tersebar di enam kabupaten yang ada di Kalimantan Barat.

Untuk meningkatkan kapasitas perempuan adat dan mendekatkan mereka dengan kebijakan publik yang akan berdampak terhadap kehidupan mereka, YKSPK melakukan seminar yang mengangkat tema  “Peran Perempuan Adat Dalam Pengelolaan Hutan Dan Lahan Secara Adil Serta Berkelanjutan Sebagai Upaya Adaptasi Dan Mitigasi Perubahan Iklim”. Seminar ini diselenggarakan dalam momen Pertemuan Perempuan Adat Kalimantan pada tanggal 2 – 3 Desember 2022 yang lalu. Kegiatan yang mendatangkan kurang lebih 25 perempuan adat yang berasal dari perwakilan 12 komunitas adat dari 7 Kabupaten (Sanggau, Melawi, Sintang, Ketapang, Landak dan Bengkayang, dan Sekadau).

Sebanyak 6 (enam) narasumber dihadirkan dalam kegiatan ini meliputi 3  orang perwakilan perempuan yaitu 1) Ibu Emilia (Perempuan Adat Komunitas Iban Sebaruk Kab. Sanggau) berbicara tentang “Pengalaman Advokasi Buruh Perempuan Menyuarakan Hak-Hak nya sebagai Dampak dari Sekolah Perempuan Adat”, 2) Ibu Lianti (Perempuan Adat Komunitas Krio Kab. Ketapang) bicara tentang “Pemanfaatan Hasil Hutan Non Kayu melalui Organisasi Lokal Perempuan Adat Dayakng Senta”, Ibu Zainab (Perempuan Adat Komunitas Tae Kab. Sanggau) bicata tentang “Geliat Organisasi Lokal yang dibentuk oleh Program Sekolah Perempuan Adat di Desa Tae untuk Mendorong Kesejahteraan Masyarakat Adat di Lingkar Bukit Tiong Kandang ; 4) Ibu Ansilla Twiseda Mecer (Ketua Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih sekaligus penggagas dan Penanggungjawab Sekolah Perempuan Adat) bicara tentang  “Pengalaman Pendampingan dan Advokasi Perempuan Adat melalui strategi Kolaborasi CSO dan Sekolah Perempuan Adat pada Enam Kabupaten di Kalimantan Barat” ; perwakilan dari pemerintahan yaitu 5) Ibu Zharifah Eliyana, S.Hut, M.Md, Ahli muda (Sub. Koordinator Bidang Rehabilitasi Pemberdayaan Masyarakat Dinas  Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Barat) bicara tentang “Implementasi Kebijakan Sektor Kehutanan Dalam Mendorong Pelibatan Perempuan  Sebagai Upaya Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim”, dan 6) Ibu Detelda Yeny (Sekretaris Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Kalimantan Barat) bicara tentang “Peran Pemerintah Dalam Mendukung CSO Mendorong Pemenuhan Hak atas Pendidikan Perempuan Sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Hidup Perempuan di Komunitas Adat”. Adapun sebagai moderator dalam kegiatan ini adalah Ibu Eva Carolina.

Ditambahkan juga dalam intisari semianr ini yang disampaikan oleh Ibu Trifornia Erny (Direktur Lembaga Bela Banua Talino), yang juga merupakan salah satu fasilitator Sekolah Perempuan Adat, bahwa sebagaimana yang telah disampaikan oleh pihak yang mewakili pemerintahan di atas, bahwa ada peluang bagi Perempuan Adat yang sudah terorganisir dalam Organisasi Lokal untuk masuk dalam Tata Kelola Hutan melalui Skema Perhutanan Sosial, khususnya di Kalimantan Barat ini.

Seminar ini sendiri dilakukan sebagai bentuk dukungan kepada perempuan adat yang telah didampingi oleh Pusat Pendidikan Perempuan Adat sebagai salah satu unit kerja yang sedang berkembang di YKSPK. Unit ini didirikan secara khusus untuk melakukan pemberdayaan terhadap perempuan adat di Kalimantan. Kurang lebih 700 orang perempuan adat yang berhasil difasilitasi melalui program, baik yang dilakukan secara langsung maupun kolaborasi dengan lembaga mitra. Lembaga yang melakukan kolaborasi bersama YKSPK dalam pendampingan terhadap perempuan adat antara lain Institut Dayakologi (Sanggau dan Ketapang), Perkumpulan Pengelolaan Sumber Daya Alam – PPSDAK (Ketapang), Lembaga Bela Banua Talino (Melawi), CU Filosofi Petani Pancur Kasih (Sanggau, Bengkayang, Melawi, Landak), CU Canaga Antutn (Ketapang), Gerakan Aliansi Masyarakat Adat Laman – Canaga Antutn (Ketapang), dan Walhi Kalimantan Barat (Sintang dan Bengkayang).

Sebagaimana disampaikan oleh Ansilla Twiseda Mecer dalam pernyataan penutupnya “Terhadap kelompok perempuan adat, yang memiliki kontribusi terbesar dalam menjaga dan melestarikan lingkungan, melalui praktek pengetahuan yang mereka miliki selama ini, maka berikan ruang akses dan kontrol kepada perempuan, sehingga mereka mampu menunjukkan potensi yang mereka miliki untuk mendorong kemandirian dan meningkatkan kesejateraan perempuan, keluarga dan komunitasnya. Semoga bentuk pemberdayaan yang sudah dilakukan ini dapat menjadi inspirasi bagi lebih banyak orang diluar akan pentingnya memberikan peluang dan kesempatan kepada perempuan, khususnya perempuan adat yang selama ini tidak memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang layak. Bahwa pendidikan yang layak juga didapat melalui berbagai pengalaman kehidupan perempuan untuk meningkatkan kualitas hidupnya, berbagai pengetahuan lokal yang perempuan miliki terkait dengan aktivitasnya di alam dapat diapresiasi oleh banyak orang, sehingga perempuan adat tidak dipandang sebelah mata, bahwa perempuan adat juga sama berharganya dengan semua manusia sebagai ciptaan Tuhan, sebagai citra Tuhan.